Sabtu, Maret 27, 2010

CINTAKU BERTASBIH

Tuhan, ijinkan aku jadi jodohnya. Kala pertama kumelihatnya, hatiku langsung memilih dia untuk mencintainya. Hingga mulai saat itulah, aku memutuskan tuk selalu menungguinya tiap kali suara adzan terkumandang. Karena disaat itu pulalah, aku berkesempatan bisa bertemu dan melihatnya pergi ke masjid. Dia tetanggaku, empat rumah dari samping kanan kompleks rumahku adalah kontrakannya. Dia anak Malaysia yang kuliah di Fakultas Kedokteran. Aku mengetahuinya dari bisik-bisik tetangga, yang juga banyak memuja cowok Malaysia itu. Awalnya aku biasa saja, tapi entah mengapa semuanya berubah jauh dari bayanganku yang selama ini kuangankan. Soalnya saat pertama melihat diapun aku ngerasa kayak nggak ada perasaan yang spesial, malahan aku anggap sosoknya biasa-biasa saja. Karena dia punya kumis dan jenggot, sedangkan aku kurang naksir sama cowok seperti itu. Khan aku pikir, masalah tingkat kealiman seseorang hanya Allah Swt. saja yang tahu, bukannya diukur dari seberapa tebal dan panjangnya kumis dan jenggot seorang pria. Itu memang anggapanku, karena aku lebih suka sama cowok yang tidak punya kumis, jenggot, dan cambang. Tapi anggapan itu tiba-tiba tidak terterima lagi oleh hatiku saat tiap kali bertemu dengannya secara kebetulan. Dia waktu itu pake kacamata coklat gelap tengah lewat didepan aku dan para tetangga yang lain pada ngumpul buat beli bakso yang ”parkir” di depan rumahku. Di perkumpulanannya kami ada salah seorang tetanggaku yang menggendong bayi usia delapan bulannya dan aku melihat sidia mencemotkan mulutnya seolah gemas pada bayi itu sembari jalan mengendarai motor. Selain itu, aku sering melihat dia lewat depan rumahku, saat aku lagi duduk-duduk sendirian di sofa ruang tamuku .Jadi sejak saat itu, aku selalu berharap dan mempinta pada Tuhan agar minimal jadi sahabatnya dan maksimal jadi istrinya. Kulitnya putih kuning langsat, wajahnya oval persegi, hidung mancung, bibirnya tipis kecil, dan tingginya 167.
Suatu pagi saat aku di atas angkot menuju kampus, aku merasa sempat melihat kakinya dia saat tengah mengendarai motor di samping mobil angkutan umum yang aku tumpangi. Pernah juga saat tengah menumpangi angkot yang mencari penumpang depan kampus kedokteran aku sepertinya melihat dia tengah memarkir motornya depan kampus tempatnya kuliah, karena diajak bicara oleh seorang wanita berjilbab. Mungkin wanita itu teman Malaysianya. Tanggal 12 februari 2007, tepatnya sebelum Maghrib tiga menit lalunya. Dia naik motor melaju tepat lewat depan rumahku. Aku bahagia sekali bisa melihatnya kembali, setelah sehari tak melihatnya sejak sabtu 10 februari, saat pertama kalinyalah aku melihat sosoknya dari dekat tanpa kumis dan jenggot. Kemudian aku menungguinya diteras rumahku kala adzan Maghrib mulai terkumandang. Aku gelisah sekali dan terselubungi perasaan takut yang mendekam tiap merasa tak akan lagi bisa melihatnya, meski hanya lewat depan rumahku.
Tiap kali kudengar deringan motor, aku teranjak menyimak lalulalangan motor yang lewat dan kecewa karena tak melihatnya. Tiap terdengar langkah kaki, aku spontan gelisah dan berharap-harap cemas agar dialah yang kulihat. Tapi ternyata bukan. Setelah beberapa detik terdengar iqamah, aku merasa terpanggil untuk menuju ke pagarku untuk mengintip kearah rumah kontrakannya. Ternyata dari kejauhan tepat rumah ketiga dari rumahnya, dia tengah berjalan sendiri menuju kearah masjid dan melewati rumahku. Aku langsung saja merasa deg degan dan berharap agar Tuhan memberikan keajaiban cinta untukku. Melihatnya yang lewat depan rumahkupun, membuatku sempat bersujud syukur, sesaat setelah berlari masuk ke ruang tamuku ketika dia sudah lewat. Karena aku hari ini dating bulan, maka aku tidak sholat dan menggunakan kesempatan itu buat ngeceng. Dalam kegelisahanku menunggui kepulangannya lagi, membuatku untuk menutup atau membuka saja pintu ruang tamuku. Tapi karena memikirkan keadaan udara malam yang dingin, banyaknya nyamuk yang berkeliaran dan kucing-kucing yang kutakutkan bakal masuk ke dalam rumahku, akupun memutuskan untuk menutup pintu. Namun aku selalu waspada mendengarkan takbir per takbir dalam penghitungan empat rakaat shalat Isya. Saat kurasakan kalau-kalau dia hendak pulang, aku memberanikan diri keluar sembari mengenakan jilbab demi pengharapan agar dia mau melihat dan melirik kearahku. Beberapa menit kutunggui kedatangannya dengan cara melihat kearah jalan menuju masjid dan berdiri dipagarku. Alibiku melakukan itu, karena aku berencana sok-sok mengunci pagar yang sudah kukunci sore harinya. Saat sudah ternampakkan dirinya menuju pulang, aku sesegera mungkin berdiri dipagar dan memegangi kunci dan gembok pagar yang terkunci. Tapi tetap gelisah lama juga, karena dia berjalan cukup lambat dan santai. Lalu saat dia mulai lewat dekat rumahku, aku sok-sok membuka kembali kunci dan menggerak-gerakkan gembok agar terdengar suara besi pagar, lalu menguncinya secara perlahan-lahan lagi. Dalam pengharapan agar dia menoleh kearahku. Namun gonggongan anjing depan rumahku, membuatnya balik kearah suara itu, hingga akupun merasa salah tingkah sendiri. Sepertinya dia memang sengaja tak mau berbalik ke arahku, karena dia memang termasuk cowok alim. Tapi aku tetap senang dan puas, karena setidaknya masih bisa melihatnya. Hanya tinggal menunggu waktu buat kenalan dengan memohon pada Tuhan, karena aku tak tahu bagaimana caranya pdkt. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan agar dia dijodohkan denganku. Bahkan aku berpikir jauh sekali sepanjang mata memandang bahwa apabila aku ditakdirkan jadi istrinya, aku ikhlas menanggalkan impianku yang ingin menjadi wanita karir. Aku juga sempat berpikir lebih jauh lagi tentang jika dia jadi dokter dan ditugaskan ditempat primitif sekalipun atau didesa pedalaman, aku akan mengikutinya meskipun harus berganti kewarganegaraan Malaysia bila jadi istrinya.
(part2)
Hari ini tanggal 13 Februari 2007, aku mulai mencoba berjanji pada diriku untuk berubah. Karena menurutku, “takdir kita akan berubah, apabila kita mau merubah diri kita sendiri menjadi lebih baik”. Soalnya, aku dikenal cukup kasar dan pemarah dikalangan orang-orang yang mengenalku. Jadi aku benar-benar akan mulai berubah mulai hari ini demi cinta. Seperti biasa, aku bergegas keluar menantinya setelah adzan shalat Dzuhur. Saat itu, mama dan kedua adik lelakiku tengah jolok jambu. Aku hanya sengaja ikut-ikutan jolok dengan tujuan buat ngeceng. Karena aku berharap untuk melihatnya lagi. Selama ini aku belum mengetahui siapa namanya, karena aku malu untuk bertanya pada siapa. Ketika dia berjarak tujuh meter dekat rumahku, aku sudah melihatnya. Entah mengapa, tiba-tiba pandangan mataku melihat ke arahnya saat itu. Ternyata dia memang benar-benar tampan di siang hari akibat pantulan teriknya sinar matahari. Posisiku berdiri dilorong jalan halaman rumahku. Aku melihatinya terus berjalan dan berjalan tunduk tanpa menyangka dia tiba-tiba menatap kearahku. Selama beberapa detik, mata kami satu jaringan pandangan tapi sesegera pula ditundukkannya pandangannya dan diapun tetap berjalan menuju masjid. Lalu aku lari masuk ke dalam rumahku untuk melakukan rencara kedua. Aku memikirkan skenario agar aku bisa langsung mensenyuminya saat mata kami saling berpandangan lagi. Namun sayangnya, tidak begitu kenyataannya. Saat itu aku memang berencana ke kampus saat Dzuhur. Jadi aku berdandan rapi secepat mungkin seiring terlajunya waktu shalat Dzuhur. Sekeluarnya aku dari rumahku, aku berjalan perlahan-lahan untuk menghitung waktu selama dia hendak pulang. Merasa cukup lama tak kedatangannya, aku langsung saja mengintai masjid dan sepuluh detik kemudian dia muncul. Aku bahagia sekali karena perasaan dan ketepatan menghitung waktuku nyaris klop. Aku pun berpikir untuk pulang balik kearah rumahku meski tidak sampai depan pagar agar berdasarkan skenario, kami bisa saling berpapasan. Perlahan-lahan aku melangkah dan tetap menunggu kedatangannya dan berhenti tepat depan rumah tetanggaku dekat jalan yang juga kontrakan para anak Malaysia temannya dia. Ternyata dia lama sekali kalau berjalan, aku sudah merasa sangat kepanasan saat itu karena teriknya sinar matahari. Tapi aku memutuskan untuk tetap bertahan. Namun lama menunggupun, membuatku untuk mengintipi kedatangannya diantara terali pagar tanpa tahu sosoknya tiba-tiba muncul. Tapi sayangnya, aku hanya diam dan berjalan terpaku saat kedua mata kami satu frekwensi. Aku menyesal tak sempat mensenyuminya karena terlalu terpaku. Bahkan dialah yang lebih dulu menundukkan pandangannya dari arahku.
Tanggal 14 Februari 2007 hari ini, aku melakukan rencana yang telah kupikirkan sejak kemarin malam. Sore hari tepat waktu Ashar, aku keluar mengajak adik bungsuku usia lima tahun untuk membantuku menyapu halaman depan pagar. Karena sebelumnya, aku melihat cowok yang kayak dia dari belakang pake baju abu-abu, tapi ternyata bukan dia. Karena sidia pake kemeja biru kotak-kotak. Dia tengah mengsms sambil jalan depan rumahku dan tetap menunduk. Padahal aku tengah berusaha menggesekkan kaki kananku dilantai-lantai jalanan teras rumahku agar terdengar bunyi-bunyian, namun dia tetap konsentrasi. Aku mulai menyapu keluar depan pagar agar tidak menimbulkan kecurigaan dari orangtuaku. Padahal selama hidup, aku tidak pernah menyapu halaman depan rumah karena malas. Semenit waktu berselang serasa bagai berjam-jam. Aku berjongkok diam dan menghentikan menyapu depan pagarku, sekaligus melarang adikku yang lagi asik-asiknya menyapu agar menghentikan aktivitasnya. Dalam perenunganku menahan pusing pening kepalaku, tiba-tiba spontan aku merasa dia tidak bakal lewati depan rumahku, karena dia berjalan lurus ke depan tanpa belok ke arahku. Malahan cowok yang aku anggap mirip dialah yang aku lihat menuju jalan lewat rumahku. Cowok ini teman sekontrakannya dia. Tapi anehnya, pada jaraknya dia enam meter saat aku dan adikku tengah menyapu dari jaraknya berdiri jalan, cowok itu bersin dua kali. Setelah hari itu, aku memimpikan sidia. Karena selama ini aku selalu berharap agar dia tersenyum ke arahku. Dalam mimpi itu, aku tengah menungguinya lewat depan rumahku dan berdiri diteras rumahku. Dia tengah berjalan menuju masjid dan berbalik ke arahku tersenyum. Akupun membalas senyumnya dengan hati bahagia. Lalu tiba-tiba dia berkata”disini tempat tinggal kamu ya”katanya dengan senyum tawa.
(part3)
Kemudian, beberapa hari berikutnya, aku memimpikan dia lagi. Saat itu, aku seperti biasa pulang dari warung belakang rumahku untuk berpapasan temu dengannya sambil membawa helm besar ditangan kiriku dan nyaris mirip seperti helm yang dikenakan oleh dia. Saat kami sudah saling berhadapan jalan, dia berkata sambil senyum”halo solo”. Aku bingung kenapa dia mengatakan itu. Dan saat terbangunpun aku masih penuh tanda Tanya. Selain itu, tiap hari Jumat aku selalu menungguinya lewat dan selalu terlihat lewati rumahku baik saat dia pergi, maupun saat pulang. Tapi kadang juga dia tak nampak batang hidungnya. Pernah juga suatu hari, aku awalnya berencana menungguinya pulang dari sholat Dzuhur yang akan lewat depan rumahku. Tapi tidak jadi, karena mama menyuruhku menjemput adikku yang berusia tujuh tahun ke sekolahnya. Karena sudah lewat jam duabelas siang dia belum juga pulang. Saat menuju ke sekolah adikkupun, aku yang ditemani oleh adikku yang berusia enam tahun bertemu dengan teman sekontrakan sidia ditengah jalan sambil tunduk. Lalu aku merasa sepertinya sidia tidak ada, karena tidak pulang bersama-sama dengan teman sekontrakannya. Jadi aku kecewa berjalan melewati masjid yang dekat dengan sekolah adikku.
Setibanya aku disekolah adikku, aku melihat adikku tengah bermain dengan teman-temannya dan mengangkat telunjukku sebagai isyarat memanggilnya. Diapun menurut dan kami bertiga jalan meninggalkan sekolah itu. Saat kami berjalan menuju masjid, aku melihat sidia tengah pulang teman-teman Malaysianya, hingga spontan saja aku berlari dan diikuti oleh kedua adikku. Meskipun ada perasaan bersalah juga, karena satu kelereng adikku jatuh dan hendak diambilnya tapi tidak jadi karena aku memaksanya untuk cepat-cepat lari demi mencapai sidia. Ternyata berhasil. Dia memisahkan diri dari teman-temannya yang tinggal dibelakang rumahku, sedangkan dia hendak menuju ke rumahnya. Aku langsung saja mengikutinya dari belakang. Selama aku memperhatikan punggungnya, tinggiku sejajar dengan pundaknya. Kami serasa sangat dekat sekali. Tetapi aku berusaha untuk tidak jalan sejajar dengannya karena mencegah fitnah. Malahan adikku yang enam tahun pergi ke belakang sidia hingga aku menyebut nama adikku itu. Dia membaliki adikku sambil jalan yang juga jalan dibelakangnya lalu balik lagi ke depan sambil menunduk. Aku lalu menyebrang agar bisa berposisi dibelakang dia. Aku juga sengaja memegangi dada adikku yang awalnya tidak sengaja terpukul oleh tanganku saat menyebrang tadi. Dan sidia membaliki kami. Mungkin dia pikir, aku akan melakukan apa gitu sama dia. Tapi aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan. Aku tetap jalan dibelakang posisinya, dan dia terus-terus saja membaliki aku dan adik bungsuku. Tapi kuacuhi, karena aku merasa ini kesempatan emasku. Meski bukan berniat untuk kenalan. Tapi yang penting dia lihat wajahku, aku sudah puas. Kemudian, sidia sampai juga dirumah kontrakan kawannya yang diujung dekat jalan dan masuk mengunci pagar. Dia juga aku perhatikan, sempat lihat kearah kami. Dan aku merasa bahagia sekali. Alhamdulillah.
(part4)
Hari ini tanggal 17 Maret 2007, aku merasa sangat jenuh karena sudah lama tidak pernah melihatnya lagi. Karena aku terlalu sibuk urus urusan kuliah dan tugas-tugas dari dosen. Tapi aku terus saja memikirkan dia dan berharap bisa melihatnya lagi. Namun saat itu aku masih dikampus. Awalnya aku hendak pulang sebelum Ashar setelah kuliah selesai. Namun aku ditegur ajak oleh kawanku Ria untuk cerita-cerita. Dan entah siapa yang memulai, kami mulai bercerita tentang terorisme dan jaringan Al-Qaeda yang sangat menggemaskan hatiku untuk balas dendam atas kejahatan terburuk yang mereka lakukan. Tapi karena hatiku terus gelisah memikirkan sidia, aku pun berpamitan pada kawan-kawanku yang masih ingin kumpul cerita denganku. Tapi aku tetap bersikeras untuk pulang. Meskipun aku tahu kalaupun aku tiba dirumah, tidak bakalan ketemu dia. Karena sudah jam empat. Seturunnya aku dari angkot, waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima, hingga membuat diriku terasa lemas dan memaksakan kedua kakiku agar semangat berjalan. Setibanya aku di pertengahan jalan, tiba-tiba saja dia ternyata muncul dan naik motor bersama kawan-kawannya melewatiku. Memang kasihan karena dicuekin, khan tak kenal maka tak sayang. Tapi biarlah, hatiku malah berangan dan membayangkan seandainya saja aku diboncengnya. Karena melihatnya, tubuhku semangat kembali dan mempercepat langkahku seolah ingin memburuinya, meski tidak mungkin lagi didapat, karena aku rasa dia sudah tiba lebih dulu dirumah. Tapi perasaanku keliru, dia ternyata tengah memarkirkan motornya depan rumah tetanggaku dekat ujung jalan dan posisinya berdiri sambil mengsms. Saat aku mulai berjalan tuju kearah rumahku dan akan melewatinya juga, tiba-tiba dibelakangku ada sebuah mobil kijang Innova silver akan melewati jalanan dekat rumahku yang adalah milik tetangga samping kiri rumahku. Hingga aku mendapat ide seketika yang berencana akan berpura-pura melihat ke belakang arah mobil agar dianggap aku tengah menghindari mobil dan langsung menabrak sidia. Aku bahkan merasa kalau dia melihatiku. Karena meskipun pandanganku bukan ke arahnya, aku masih bisa melihatnya dengan mata bayanganku sekalipun. Aku tidak tahu saat itu, mengapa aku tidak melihat ke arahnya untuk senyum. Malah pandangan mataku melihat ke samping, meskipun kepalaku terangkat. Tapi ternyata rencanaku gagal lagi, karena salah dalam menghitung waktu antara jalannya mobil dan sikapku melangkah. Aku malah nyaris menabrak motornya dan ditertawai oleh rekan-rekannya yang berdiri depan pintu pagar, sedangkan dia tersenyum seraya tunduk mengsms.
Setiap hari dan setiap waktu, aku terus saja memikirkannya. Meskipun penasaran juga, siapa sih namanya? Aku terus saja berdoa pada Tuhan agar setidaknya bisa jadi jodoh sahabat dan bertanya pula pada Tuhan, siapakah dia?. Tiap hari, tiap pergantian waktu shalat, aku terus saja menungguinya demi untuk melihat dia lewat depan rumahku. Tapi ternyata tidak tiap hari juga dia lewat depan rumahku, aku nggak tahu kenapa. Mungkin dia masih di kampus.
(part5)
Pernah suatu Maghrib saat iqamah, aku dan temanku Menni hendak pergi ke rumahnya. Ketika itu kami tengah berjalan kearah pagar, dan aku melihat sidia akan ke masjid. Lalu dia berbalik kearahku dan mata kami saling berpandangan beberapa detik. Aku semangat sekali tiap kali teringat hal-hal indah bersamanya. Meskipun hanya aku yang rasa secara sepihak. Sebenarnya aku ingin sekali bisa berkenalan dengannya, tapi tidak tahu bagaimana caranya, jadi aku memikirkan skenario dengan tujuan seolah-olah pertemuan kami dianggap kebetulan. Padahal, aku yang merencanakannya. Memang sih berhasil, tapi yang kulakukan hanya tunduk saja. Tiap kali terdengar adzan ataupun iqamah, aku pasti selalu keluar dan mengintip kearah rumahnya melalui pagarku. Dihalaman depan rumahku dulunya adalah kolam ikan, tapi karena ikannya sudah tiada, jadi kolamnya kering. Nah, dipinggir bekas kolam itu yang terbuat dari tumpukan batalah, kujadikan sebagai tempat pijakan buat mengintip. Saat-saat sebelum iqamah, aku berencana pergi ke warung belakang rumahku, agar saat pulang bisa berpapasan dengan dia. Dan rata-rata skenario yang kurencanakan berhasil. Meskipun kadang-kadang, ada juga yang meleset. Tapi tetap semangat! Karena aku masih bisa mengintipnya dari balik jendela ruang tamuku. Aku tidak berani menampakkan diri, karena malu. Meskipun saat Maghrib ataupun Isya aku selalu menungguinya pulang seraya berpura-pura kunci pagar atau lihat bintang. Tapi kadang-kadang juga bukan dia yang lewat, melainkan teman sekontrakannya. Pernah juga waktu Isya, aku menungguinya dengan gelisah lewat depan rumahku. Awalnya aku duduk-duduk diteras, tapi karena merasa terpanggil untuk mengintip, aku pergi saja kepagarku. Saat itu, tetangga disamping kiri depan rumahku sepertinya akan keluar jalan dengan mobilnya, jadi anaknya yang berusia sepuluh tahun tengah berdiri didepan pagarnya. Aku lalu melihat sepasang kaki berjalan menuju ke arahku, tapi kelihatan remang-remang. Ditambah lagi rimbunan daun asam yang pohonnya didepan pagar rumahku menghalangi pandangan. Aku merasa sidia yang akan ke masjid, jadi aku berlari turun dari atas kolam dan duduk diteras. Aku berpose memangku sebelah kakiku, dan melihatnya tertawa kearah anak tetanggaku dan sidia seakan-akan ingin balik ke arahku tapi ditahannya. Dia hanya balik 130. Kala itu, perasaanku malu campur bahagia, karena aku merasa dia tahu kukecengi. Aku lalu lari masuk ke kamar mandi dan tertawa girang diselubungi perasaan malu. Pokoknya aku malu sekali dan berpikir untuk lebih berhati-hati dalam mengecenginya lagi. Beberapa hari setelah kejadian itupun, temanku Menni memberitahuku kalau sidia pernah melaju pelankan jalan motornya saat lewat depan rumahku dan balik kearah rumahku. Perasaanku benar-benar malu campur senang, tapi lebih cenderung ke malu. Hingga pada suatu hari sepulangnya aku dari kampus, secara tak disengaja aku bertemu dalam satu mobil angkot dengan temanku yang bernama Oz, dia tetanggaan dengan sidia. Jadi kami saling menegur dan bercerita. Lama-kelamaan, aku memberanikan diri bertanya tentang sidia, apakah masih tinggal dikontrakannya sekarang atau tidak. Soalnya aku sudah tidak pernah lihat sidia lagi. Lalu tetanggakupun mengatakan kalau sidia sebenarnya masih ada disitu, Cuma selama ini dia sibuk jadi coass.
(part6)
Namanya Farid angkatan 2004 dan teman sekontrakannya bernama Nain. mendengar penuturan tetanggaku itu, hatiku serasa berjingkrak-jingkrak telah mengetahui namanya yang selama ini misteri bagiku. Tapi ada rada-rada bakal kehilangan juga, karena Farid sebentar lagi akan pulang ke Malaysia, setelah menyelesaikan studinya. Tapi aku berusaha bersikap sesantai mungkin, padahal setibanya aku dirumah langsung saja sujud syukur pada Allah Subhana Wata’ala. Pernah juga suatu hari aku pulang dari kampus saat waktu Maghrib. Kebetulan lagi datang bulan, jadi aku tidak shalat. So, aku memutuskan untuk pergi ke masjid dan menungguinya pulang dari shalat Maghrib. Posisi berdiriku saat itu dekat tiang listrik jadi tidak bakal terlihat oleh dia. Lama juga rasanya, sampai kakiku pegal-pegal karena kelamaan berdiri setelah lari sebelum tiba ditiang itu. Kemudian aku melihat orang-orang sudah keluar dari masjid dan rata-rata bapak-bapak. Aku tetap menunggu dan menunggu tapi kak Farid belum juga muncul. Hingga setelah lima orang bapak-bapak menegurkupun, aku terpaksa pulang karena takut menimbulkan kecurigaan dari orang-orang yang lewat. Beberapa waktu kemudian, aku pulang kuliah saat Maghrib lagi, dan langsung pulang ke rumah. Tapi ketika akan membuka gembok pagarku, kak Farid pulang dari masjid dan memboncengi teman sekontrakannya Nain. Mereka lalu masuk ke rumah dekat jalan. Akupun mendapat ide buat cari perhatian dengan cara berlari perlahan-lahan dan setibanya depan rumah ujung dekat jalan itu, aku berpura-pura nyaris jatuh karena pintu ruang tamunya terbuka. Lalu lari cepat-cepat sebagai rencana kamuflase. Saat itulah aku mendengar suaranya. Rasanya senang sekali, aku benar-benar bahagia. Padahal belum tentu khan tingkahku itu diperhatikan oleh kak Farid. Sejak saat itulah, tiap kali terdengar suara motor, aku selalu berlari ke ruang tamuku atau langsung berdiri di teras, ataupun diatas pinggir bekas kolam ikanku dulu karena menganggap dia kak Farid, meskipun kadang-kadang juga bukan. Malahan, lama sudah tak melihatnya selama ini, hatiku sangat merindukannya. Aku selalu menungguinya tiap pergantian waktu shalat, namun dia tak muncul-muncul juga. Jadi agak gelisah juga hatiku. Aku benar-benar sudah jatuh hati padanya.
Aku bahagia sekali hari ini, karena bisa melihat kak Farid lagi. Dia jalan kaki lewat depan rumahku untuk menuju masjid. Dan aku saat itu baru pulang dari kuliah. Kala itu, aku sudah masuk halaman rumahku, sedang kak Farid tengah jalan ke masjid. Jadi aku memperhatikannya melalui pagar rumahku yang hanya seleher dari kak Farid sambil menari-nari agar menarik perhatiannya dan tidak mempan. Kak Farid tetap jalan menunduk kearah masjid. Aku juga pernah melihat dia tengah menyapu didepan pagar rumahnya. Dia menyapu jalanan dan terus menyapu dengan asiknya. Tanpa tahu ada mobil yang melaju kerahnya dan diklakson. Diapun menghindar dengan santainya. Melihat sikap cueknya itu, membuatku cengesan sendiri. Maka tiap waktu menjelang Ashar, aku selalu melihat kearah kontrakannya. Tapi dia tak pernah lagi terlihat menyapu. Yang aku lihat hanya sisa-sisa daun yang sudah terkumpulkan. Selain itu, aku sering mendapatinya melajukan motor lewat depan rumahku dan kuintip melalui pagarku. Tapi secara sembunyi-sembunyi, karena aku malu kalau ketahuan oleh siapapun maupun kak Farid. Dan terus kulakukan setiap hari hingga suatu hari aku tak melihatnya selama beberapa hari pula. Jadi aku resah dan merasa kecewa tiap kali menunggu ketaktampakannya. Hingga aku berdoa sambil duduk dipinggir kolamku seraya menungguinya pulang dan berdoa. Tuhan ampuni aku yang mencintai makhluk-Mu secara berlebihan. Ampuni aku yang selama ini dilalaikan oleh perasaan itu. Ampuni aku yang kadang melupakan-Mu, kala kuingat dia. Maafkan aku yang tak pernah lepas dalam anganku tentang dia. Tolong kirimkan perasaanku hambaMu ini, yang penuh dengan angan-angan rendah karena perasaan cinta yang berlebihan, melalui udara dari hembusan nafasku padanya. Tolong sampaikan kegundahanku padanya, karena tak pernah melihatnya lagi. Aku mencintainya, sangat mencintainya Tuhan. Aku berharap dia bisa jadi pasangan hidupku, karena aku mencintainya. Aku mengangankannya, karena mengira dialah jodohku. Sebab kami biasanya saling ketemu tanpa kupinta sekalipun. Aku bahkan merasakan dia diciptakan untukku, Oleh-Mu Tuhan.
(part7)
Keesokan harinya, aku melihat dia muncul dan lewat depan rumahku. Dan keesokan harinya lagi, aku mengintip kearah rumahnya setelah Adzan Dzuhur terkumandang. Lalu Iqamah terdengar, dan dia tak muncul-muncul. Aku tetap mempertahankan posisi dan melihat kearah pagarnya. Tapi secara spontan, aku berbalik kearah jalan menuju masjid dan kak Farid muncul juga. Dia sepertinya melihatku saat mengintipi kearah pagarnya tadi. Karena malu, aku langsung jongkok dan mengintipinya dari celah-celah pagarku menunggu kehadirannya. Anehnya, saat dia melajukan motornya lewat depan rumahku secara perlahan-lahan. Dia mengeraskan suara derungan motornya, seolah memberikan isyarat untukku. Tapi karena perasaan bahagiaku bisa melihatnya, aku tak menutupi kuping telingaku. Lalu hari demi hari, meskipun kadang-kadang bisa melihatnya dan kadang-kadang juga tidak. Aku tetap mencintainya. Pernah juga suatu jumat, aku memang berniat mengecengi kak Farid. Saat khotbah dia sudah jalan menuju masjid. Karena aku ingin terlihat modis untuknya, aku berpenampilan pake celana panjang dan kemeja dengan switer sebagai rompinya. Aku menunggui kepulangannya dan melihat orang-orang sudah pulang satu-persatu. Tapi dia belum pulang juga. Aku tahu dia pasti sedang berdzikir. Aku menunggunya seraya mengintip diantara celah-celah tanaman dirumah tetanggaku dan diapun terlihat berjalan kearahku. Meskipun aku sudah merasa kalau dia mulai menghindariku. Aku tidak perduli. Aku berjalan menuju pagar dengan alibi akan keluar. Saat itu pula, aku membuka pagar dan menutupnya kembali lalu keluar. Aku rasa dia pasti lihat aku, meskipun langsung menundukkan pandangannya.
Kemudian tanggal 30 April 2007, pagi ini aku menunggui kak Farid lewat depan rumah diterasku. Perasaanku spontan cemas dan gelisah menunggui kemunculannya, meskipun masih sebatas harap-harap cemas. Karena aku berpikir dia tidak akan lewat. Saat aku tengah duduk diruang tengah, aku mendengar deruan suara motor dan secara spontanitas aku berlari ke pagarku yang batas tingginya sedadaku saat kuberdiri diatas pinggir bekas kolam ikanku dulu. Aku bahagia karena ternyata kak Farid baru saja akan pergi dari rumahnya dan melajukan motornya melewati rumahku. Tapi dia tak melihatku. Dia memang cuek abis, karena setiap kali aku mengecenginya, dan aku sudah tanpa malu-malu lagi untuk memperlihatkan diri. Dia tetap acuh tak acuh. Aku memang memutuskan untuk memberanikan diri agar bisa selalu dilihat olehnya tiap kali ngeceng, tapi gagal juga. Tak apalah, setidaknya aku sudah berani menampakkan diri disiang hari. Karena aku merasa dia bakal mengenalku saat melihatku, tapi tetap saja tidak terjadi apa-apa. Lalu tanpa disangka-sangka lagi pukul 09:50, aku dan adik bungsuku sedangkan adik tujuh tahunku sekolah, main manjat-manjat dan duduk diatas pagar. Tidak lama kemudian aku turun dari pagar untuk menjaga keseimbangan adikku yang tengah duduk diatas pagar sembari memainkan daun asam yang baru dicabutinya. Kala itu terdengar derungan motor yang anehnya kami spontan balik kearah suara itu dan melihat kak Farid memakai jeket ungu kebiruan menuju pulang. Aku langsung menyembungikan diri dari balik pagar sembari memegangi adikku yang masih duduk. Dengan PDnya adikku melihati kak Farid yang kuanggap tidak dikenalnya, sedangkan aku hanya bisa malu-malu sembunyi muka seraya memegangi kaki adikku. Lalu saat aku memberanikan diri untuk menatapnya, dia langsung membuang pandangan ke depan dan tetap melaju pelankan motornya dengan DDxxxx.., kecewa juga sih dicuekin, tapi yaa mau apa lagi. Cinta khan tak bisa dipaksakan. Tapi aku akan tetap mencintai kak Farid atas nama cinta dan agama. Ih, biasa’ dong!
(part8)
Malam harinya saat Isya, aku terdorong untuk menungguinya lewat depan rumahku, walau dalam berharap-harap cemas, gelisah, gundah, dan gelana membungkusi perasaanku. Kadang aku ke teras, kadang pula ke ruang tamu. Karena aku juga ragu apakah kak Farid jodohku atau bukan? Namun aku tetap berharap dalam doa. Tapi yah, yang muncul malah dua cewek teman adikku yang mahasiswa juga dan kupersilahkan masuk. Dan mobilnya Honda Jazz terparkir di seberang jalan depan rumah tetangga depan rumahku. Beberapa menit kemudian saat iqamah, aku mendengar dengungan motor DDxxxx.., yang perlahan keluar dan terparkir depan rumah kak Farid. Sayangnya suasana waktu itu menyamarkan pandanganku karena agak gelap remang-remang. Belum lagi sesosok cowok memakai pakaian hitam-hitam yang semakin mengurangi penglihatan mataku membuat aku bertanya-tanya apakah dia kak Farid atau teman sekontrakannya? Aku sempat melihatnya menutup pagar dan diapun sempat menghilang. Mungkin aku kurang konsentrasi waktu memperhatikannya jadi aku semakin memajukan kepalaku tuk melihat ke arahnya, tanpa menyadari dia ternyata sudah naik motor. Karena aku malu menampakkan diri, aku sembunyi dibalik pagar sambil tunduk-tunduk tapi sedikit mengintip. Dan selama itu pula, aku mendengarkan dia agak menghentikan laju motornya melewati rumahku dan berjalan agak perlahan hingga terdengar dia yang ternyata kak Farid mengklakson motornya sekali dan akhirnya pergi melaju kearah masjid. Saat itulah aku jadi bingung, bahagia dan kelabakan juga. Sebab aku terus bertanya-tanya pada diri sendiri, apakah dia mengklaksoniku atau mungkin karena ada mobil depan jalan seberang rumahku? Dan demi menemukan jawabannya, aku berpikir seraya memperagakan kembali yang barusan terjadi sesuai dengan ingatanku. Tapi tak juga menemukan jawabannya. Namun karena mengikuti perasaan GRku, aku sujud syukur dua kali. Setelah hari itu, aku tidak pernah melihatnya lagi, jadi aku menganggap kalau selama ini aku mungkin terlalu berharap.
Mungkin aku terlalu berharap, untuk menggapai cintanya kak Farid, mungkin aku terlalu bermimpi, untuk bisa bersama dengannya, mungkin aku terlalu berangan-angan, untuk mendapatkan cinta darinya, mungkin aku hanya berharap dalam ilusi, kalau akan dicintai oleh kak Farid. Mungkin aku salah akan perasaan cinta sepihak ini, mungkin aku salah untuk mencintai kak Farid, mungkin aku salah karena berharap dia mencintaiku, mungkin aku salah saat bermimpi tentang dia, mungkin aku salah untuk selalu menungguinya lewat depan rumahku, mungkin aku salah karena menganggap dia jodohku, mungkin aku salah karena terlambat mencintai kak Farid, mungkin aku salah karena mencintai kak Farid, mungkin aku salah karena selalu gelisah menungguinya, mungkin aku salah karena selalu berpenampilan modis hanya untuk mencari perhatian dari kak Farid, mungkin aku memang penuh kesalahan, karena terlalu mencintainya, mungkin aku memang tak pantas untuk kak Farid, tapi apapun yang kurasakan saat ini, aku selalu merasa betapa aku sangat mencintai kak Farid, mungkin aku pantas mengatakan kalau cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku ikhlas walau dalam kepupusan.
Karena aku yakin dan percaya, kalau Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik bagi para hambanya yang berbuat baik pula. Meskipun bukan aku, karena aku memang bukan orang baik. Tapi Alhamdulillah, aku akan tetap jadi cewek baik-baik demi menjaga kehormatan cintaku untuk kekasih dambaanku kak Farid. Aku selalu menganggap, kalau aku mungkin ditakdirkan untuk sendiri. Tapi aku tak akan putus asa untuk mencari cinta, cinta dari kekasihku kak Farid sayang. Hanya saja, perasaan cintaku ini untuk kak Farid teramatlah besar. Bahkan aku selalu memikirkan tentang keikhlasan untuk menerima Farid apa adanya. Dulu aku memang pencari cinta, tapi sekarang pencarian itu terhenti saat kumenganggap kalau kak Farid adalah jodohku. Tuhan, tolong titipkan kak Farid menjadi pasangan hidup hamba, karena aku mencintainya. Aku Insya Allah akan menjaga dia Tuhan, karena aku sangat menyayanginya. Tapi aku juga rasa sepertinya itu tak mungkin, karena aku adalah pendosa.
(part9)
Aku selalu menganalisa karakteristik kak Farid berdasarkan pengalaman yang kualami selama ini dengannya. Dan dari haril analisa itulah, aku semakin mencintainya. dia tidak merokok, dia suka pada anak-anak, dia murah senyum pada anak-anak dan orang yang dia kenal, dia selalu tampil apa adanya, dan dia cuek sama cewek yang tak dikenalnya seperti aku demi menghindari fitnah. Atau bisa jadi dia tetap berkomitmen untuk mencintai seorang wanita yang saat ini telah bertengger dihatinya.
Mungkin dia memang takkan termiliki olehku, Karena dia menurutku termasuk orang baik-baik. Sedangkan aku cewek kasar, keras kepala, pemarah dan emosional, tak pernah mengendalikan suara melengkingku, plin plan dan pemalas. Aku terlalu penuh dosa, dan selalu melakukannya tiap kali emosi. Aku juga tidak termasuk anak yang berbakti dan suka membangkang. Aku juga sering menyakiti hati orang lain demi kepuasanku membalasnya menyakiti kembali. Memang tak pantas kalau aku harus bersanding dengan kak Farid. Namun aku akan tetap mencintainya.
Hari ini tanggal 2 Mei 2007. Siang hari sepulang dari kampus setelah ujian mid, seperti biasa aku menunggui lewatnya kak Farid saat Dzuhur tapi tak muncul-muncul. Lalu aku berniat tidur, tapi tak bisa. Malah lama merenung, akhirnya aku mendapat “ide gila”. Aku tak tahu mengapa ide itu tiba-tiba terlintas dalam benakku? Karena heran, aku cekekekan sendirian. Aku berniat menuliskan surat buat kak Farid dalam bentuk bahasa-bahasa puitis, serta menceritakan tentang pendeskripsianku menyangkut desa Ta’deang Maros. Memang ngga nyambung dengan surat cinta. Tapi karena aku tak mau dipandang agresif, maka itulah yang bakal kulakukan. Aku menuliskan inisial namaku L21 yang tak lain nama Lembayung usia 21. Aneh memang, tapi itulah aku yang berusaha agar tidak terjadi suatu hal yang memalukan nantinya. Akan kutulis kedalam bahasa inggris dan mengirimnya via pos. Tapi lama-lama aku berpikir, akhirnya aku mendapatkan ide biar hemat. Aku akan memasukkan surat itu kedalam botol plastik dengan batu untuk menjaga keseimbangan botol saat kulempar kearah rumahnya nanti. Dan sore harinya, aku menunggui kedatangannya diwaktu Azhar, tapi dia tak nampak juga. Hingga aku merasa kalau dia bukanlah jodohku. Lalu menjelang petang saat duduk-duduk depan pagar, aku mendapati sesosok cowok keluar dari rumah ujung dekat jalan yang dari belakang seperti kak Farid, dan kuikuti sembunyi-sembunyi. Tapi berlari kencang saat nyaris kehilangan orang itu, jadi pas tikungan ke kiri menuju warung belakang rumahku, jelaslah kalau cowok itu bukanlah kak Farid. Jadi spek-spek saja aku belanja di warung belakang rumahku beli dua kripik singkong dan dua chacha permen.
Sejalannya aku menuju jalan pulang, tiba-tiba aku mendengar derungan motor yang hatiku menganggap kalau itu kak Farid. Maka aku berlari kencang menuju kembali ke jalanan rumahku. Hingga mendapatinya tengah membuka pintu pagar dan masuk mengendarai motor Suzuki Thunder DDxxxx, ke dalam rumah. Aku bahagia dan pasrah. Lalu saat itu pula, aku menungguinya lewat depan rumahku untuk shalat Maghrib. Namun tak juga muncul-muncul. Tapi tiba-tiba dibenakku mengatakan kalau sepertinya kak Farid bakal pergi usai Maghrib, karena itulah dia sholat saja dirumah. Aku menungguinya didepan teras rumahku sambil makan permen Chacha.
(part10)
Tiap kali kudengar suara dengungan motor, sontak aku lari menuju pagar dan mengintip kearah kanan rumahnya. Meskipun harus kecewa karena bukan kak Farid. Beberapa menit kemudian terdengar lagi suara motor dan akupun berjalan lari kearah pagar dan bukan juga kak Farid. Tapi aku memutuskan untuk tetap menunggu, seolah-olah mununggu kedatangan xxxxxku. Lalu beberapa menit berlalu, kudengar lagi desingan motor hingga membuatku berlari kearah pagar dan mengintip. Alhamdulillah, ternyata kak Farid yang tengah mengunci pagarnya. Saat itulah, aku memangkutangankan daguku dan berupaya menghilangkan rasa maluku demi dilihat oleh dia. Jadi kupandangi dia dari kejauhan sembari senyum, hingga kulihat dia melajukan motornya melewati rumahku tanpa sekalipun menoleh kerahku. Kecewa? nggak juga. Karena aku menganggap wajarlah dia cuek agar aku tidak menaruh harapan padanya, sebab aku merasa bahwa dia tak ingin memberikan harpan kosong padaku. Tapi meskipun begitu, aku tetap mencintaimu kak Farid. Hingga tiba-tiba aku mengingat lagi kenanganku berhari-hari yang lalu. Saat itu waktu Dzuhur dan Adzan pun terkumandang. Aku berlari kearah pagar untuk mengintipi kak Farid yang bakal lewat rumahku, hingga iqamahpun terkumandang tapi kak Farid belum keluar-keluar juga. Tak disangka-sangka, ternyata dia baru pulang dan melajukan motornya kearah rumahnya dan aku langsung sembunyi sambil jongkok dibalik pagarku agar bisa tetap melihatnya melalui celah-celah pagarku. Tapi yang membuatku semakin tahu diri adalah saat dia mengeraskan suara gas motornya seolah menegurku dengan isyaratnya tepat depanku jongkok. Sepertinya dia sengaja melakukan itu, agar aku tidak meminta harapan kosong yang tidak dia tawarkan untukku. Sialan benar aku ini, benar-benar kisah cinta yang menyedihkan. Tapi walaupun begitu, aku akan tetap mencintai kak Farid. Sepertinya aku merasa dia selalu menghindariku.
Ilusi itu seperti pelangi, sangat indah dan penuh ragam warna-warni nan mencolok, bayang-bayangnya sangat menggoda hingga melupakan segala hal, tapi ternyata sangat berbahaya juga, semakin tinggi seseorang berilusi dalam imajinasi, semakin tinggi kita menjangkau pelangi, maka akan semakin keras pula kita terjatuh, hingga semuanya jadi sia-sia.
3 Mei 2007. Hari ini mulai pukul 6 pagi sampai jam setengah 8, aku menunggui kak Farid lewat. Meski awalnya semalaman aku sudah berkomitmen penuh tangis untuk tidak akan berusaha mencarinya dan melihatnya lagi. Tapi perasaan ini selalu memaksaku untuk menunggui kehadirannya. Selalu mendesak batinku agar percaya bahwa dialah jodohku. Dan hingga kini, dia belum muncul-muncul juga. Aku malah berpikir, mungkin Tuhan memang sudah memberi pertanda bahwa kak Farid yang kucintai bukanlah jodohku. Tapi aku akan tetap mencintainya. Meskipun sebenarnya aku sangat membenci perasaan ini, karena selalu saja cinta sepihak dan akhirnya bertepuk sebelah tangan. Tapi diantara semua perasaan cintaku sejak dahulu, aku lebih dan lebih mencintai kak Farid. Walaupun awalnya aku belum mengetahui namanya, aku hanya mencari tahu dalam ilusi. Aku memang bodoh untuk mengurus hal-hal semacam ini. Tapi untungnya, Alhamdulillah Tuhanku Allah Subhana wata’Ala memberi tahuku tentang namanya kak Farid melalui tetanggaku yang tinggal bersebelahan kanan rumah tempat tinggal kak Farid. Sekarang sudah jam 8 dan dia belum muncul-muncul. Jadi aku memutuskan untuk belajar karena jam 2 nanti aku mid test. Meskipun aku sempat berpikir tentang belajar, aku tetap duduk depan pagarku menyaksikan kedua adikku tengah main cangke’. Tanpa kuperdulikan, sinar mentari membasuhi wajah dan tubuhku. Kadang-kadang aku balik kiri atau juga balik kanan, karena menganggap apakah kak Farid yang lewat atau bukan dan bukan dia. Karena kak Farid tidak muncul-muncul juga, akupun memaksa hatiku masuk ke dalam rumah untuk belajar dikamar tidurku. Soalnya saat kuperhatikan disekelilingku, aku sempat melihat kalau om dari tetangga samping kiri depan rumahku, selalu memperhatikanku. Aku terpaksa bersikap acuh tak acuh, karena tak ingin memberikan harapan kosong pada siapapun. Kecuali Farid sang tercinta. Aku juga bisa merasakan perasaan yang sama pula dengan kak Farid terhadapku. Aku sangat mengerti.
(part11)
Mungkin sebaiknya aku tidak usah terlalu over feeling pada kekasihku Farid, karena jodoh takkan kemana. Selama ini aku hanya takut bahwa kalau-kalau bukan kak Farid yang bakal menjadi pendamping hidupku, karena aku sangat mencintainya.
Barusan jam lima lewat tiga menit sore ini, aku duduk diruang tamuku seraya membaca Koran dan mendengar derungan motor yang kuanggap kak Farid padahal bukan. Beberapa menit kemudian, lewatlah kak Farid depan rumahku. Spontan saja aku memakai jilbab langsung pasang dan berlari keluar tanpa nyaris saja tak kuperhatikan ada papaku yang lagi berdiri diteras. Jadi spek-spek saja aku mencari temanku yang bernama Menni buat mengintipi kak Farid melalui pagarku. Padahal aku sudah tahu si Menni sudah pergi setengah jam yang lalu. Dengan semangat PD takut-takut, aku memberanikan diri melihati kak Farid terus dan untungnya papaku tiba-tiba masuk ke dalam rumah. Jadi sambil tersenyum dengan memangkulkan dagu pada tangan kananku, kak Farid tengah membuka pagarnya dan tanpa kuperdulikan dia sepertinya balik kearahku beberapa detik dan memasuki pagar yang dibukanya tanpa membawa motor. Aku rasa sepertinya dia sembunyi dan tak ingin menampakkan dirinya padaku. Jadi hatiku merasa bersalah dan malu. Hingga tanpa mengulur waktupun, aku cepat-cepat mengakhiri pengintaianku. Beberapa menit kemudian, setelah aku berhenti mengintipinya dan masih berdiri terpaku dipinggir kolamku. Akhirnya aku mendengar dia memasukkan motornya kedalam rumah. Dia benar-benar menghindariku, dia benar-benar menghindariku. Karena tanpa kusadari papaku tiba-tiba berdiri depan teras, aku cepat-cepat saja turun dari atas kolamku dan masuk ke dalam rumah kekamar tidurku dengan perasaan perih terkikis bagai diiris-iris. Maafkan aku cinta, yang selalu membuatmu tak nyaman, tapi aku harap kau jangan pernah risih atau tersinggung, atas sikap over ku selama ini, karena akupun merasakan penyesalan itu, penyesalan atas perasaanku yang terlalu mencintaimu, aku juga benar-benar akan membuktikan rasa bersalahku, dengan tidak akan menampakkan diriku lagi.
Saat tengah merenungi komitmenku diatas, aku mendengar derungan motor yang tak lain adalah kak Farid. Tebakanku terbukti benar setelah aku melihat kak Farid melaju kencangkan motornya saat melewati rumahku. Hingga derungannya terdengar sampai kutahu dia berada di perbatasan jalan antara kompleks kami tinggal dengan perumahan lain diujung tikungan. Telinga kananku rasanya panas dingin, perasaanku penuh penyesalan dan rasa bersalah, karena telah membuatmu tak nyaman, maafkan aku karena terlalu mencintaimu, tapi tenang saja sayang, mungkin hari ini adalah hari terakhir aku mengecengimu, karena aku sadar bahwa antara kau dengan aku, bagaikan langit dan bumi, sekali lagi aku minta maaf, karena terlalu mencintaimu. Sepertinya dia kesal atas perbuatanku, jadi aku akan mengakhiri kisah cinta yang tertulis ini. Maafkan aku kekasih, bila perasaan cintaku membuatmu tak nyaman. Aku hanya melakukan sedikit hal yang berkaitan dengan usaha untuk mendapatkan perasaan cinta darimu. Aku tak bermaksud membuatmu jengkel atas perasaanku padamu. Aku hanya ingin agar kau tahu betapa aku sangat mencintaimu. Tapi jika memang kau tak menyukai perlakuanku untukmu. Aku minta maaf, aku akan merelakan diri mengalah. Karena aku sangat mencintaimu.
(part12)
Setelah lama berpikir dalam perenunganku, akhirnya aku sadar saat membayangkan seandainya aku berada diposisinya kak Farid. Bisa jadi dia memang cuek pada wanita yang tak dikenal agar tidak menimbulkan fitnah. Aku juga lebih memilih menyembunyikan diri terhadap orang yang tidak kukenal, walaupun dia mencintaiku. Karena aku mengerti, untuk tidak memberikan harapan pada orang yang tidak kucintai. Tapi aku akan mempertahankan perasaan cintaku untukmu kak Farid. Salam sayang dan rinduku untukmu sang terkasih. Aku akan tetap mencintaimu, selama hidupku.
Malam ini pukul 22:44 menit, aku mendengar derungan suara motornya yang kuanggap kak Farid tengah melaju kearah rumahnya. Tapi karena terlalu kencang, maka aku tak dapat melihatnya saat berusaha lari keluar dari kamar tidurku. Aku hanya diam diruang tengah karena merasa kalau kak Farid selalu menghindariku. Aku mengerti mengapa dia melakukan itu. Tapi aku akan tetap menunggu balasan cinta darinya, karena aku sangat mencintainya. Entah mengapa, aku mudah terbudaki oleh cinta. Karena segala hal yang menggerakkan diriku untuk melihat kak Farid, hanyalah desakan hatiku yang terjadi secara spontan. Bahkan saat diruang tengah waktu itupun, aku bisa mendengarkan suara pintu pagar yang didorong, lalu derungan motor dan suara pagar yang didorong lagi yang tak lain dilakukan olehnya. Memang rasanya tidak mungkin untuk menjadi pendampingnya, karena aku selalu hidup dialam yang penuh dengan mimpi. Aku ikhlas kok, walau pupus.
Maafkan aku, diriku sendiri. Karena aku selalu menyiksa batinmu dengan perasaan cinta sepihak ini. Aku melakukan itu, karena bukan semata-mata menganggap kalau kak Farid jodohku. Masalahnya adalah kadang-kadang aku bertemu dengan dia secara kebetulan. Saat itu aku hendak menuju ke warung belakang rumahku. Dan pada tikungan dikiri, tiba-tiba saja kak Farid muncul mengendarai motor DDxxxx dengan jarak kami sangat dekat sekali. Bahkan aku berpikir, seandainya saat itu ada angin sepoi sekalipun, bisa saja ujung jilbabku tersangkut pada stir motornya. Karena saking dekatnya getoh. Pernah juga pada jam tiga, aku terdesak oleh hatiku untuk keluar beli cemilan diwarung belakang rumahku dan dalam hati aku berharap bisa melihat dia. Tapi tetap juga merasa tidak mungkin. Mana dia bakal muncul pada jam-jam segini. Saat aku jalan menuju pagar, aku melihat dari celah-celah tanaman tetanggaku ada cowok yang wajahnya tertutup helm naik motor berboncengan. Hingga ketika membuka pintu pagar, tiba-tiba saja motor itu nyaris berhenti depan pagar rumahku yang ternyata teman kak Farid yang memboncenginya. Tapi berlaju jalan lagi, saat kak Farid mengangkat tangan kanannya kedepan sebagai isyarat sambil bicara bahasa yang tidak kumengerti. Aku bahkan beranggapan, seandainya saja dia datang melamarku. Karena itulah, aku menganggap dia jodohku. Tapi nyatanya mungkin juga bukan. Karena bisa jadi semuanya hanya kebetulan. Meskipun didunia ini tak ada yang kebetulan. Wallahu’alam.
Aku sebenarnya malu, malu sekali atas semua kejadian yang kami alami. Karena yang kulakukan mungkin memalukan dan bakal mempermalukan diriku sendiri bila banyak orang yang tahu. Karena aku yakin, kalau kawan-kawannya sudah pada tahu. Hari jumat ini, aku memutuskan untuk tidak mengecengi kak Farid lagi, tapi perasaan itu tetap memaksaku untuk keluar rumah dan bermain dengan adik bungsuku. Bahkan dalam hatipun aku berharap agar seandainya kak Faridlah yang berkelakuan seperti aku untukku. Tapi tentu saja tidak mungkin. Aku malah semakin heran, saat mendengar derungan motor dibelakang rumahku, hatiku mengatakan bahwa dia kak Farid. Adik bungsuku pengagum orang Malaysia itu juga mengatakan “Malaysia” saat mendengar derungan motor. Soalnya dibelakang rumahku ada dua kontrakan bagi mahasiswa Malaysia yang lain. Awalnya aku pikir Farid bakal lewat depan rumahku, tapi ternyata dia lebih memilih untuk putar jalan dari belakang rumahku ke rumahnya. Tapi ternyata si Farid akhirnya lewat juga depan rumahku untuk pergi beberapa menit kemudian. Dan poseku saat itu sedang duduk diteras menyaksikan adikku yang tengah asik bermain jual-jualan sayur. Saat aku melihatnya pun, hanya melalui jendela. Hanya pantulan bayangan dia saja. Maklum aku berusaha untuk melupakan kak Farid.
Semenit kemudian, kak Farid sepertinya pulang kerumahnya lagi. Spontan saja aku berlari menuju pagar untuk mengintipnya, tapi secara sembunyi-sembunyi. Karena aku merasa tidak ada salahnya mengintipi dia, selama aku tidak menampakkan diri. Aku hanya melihat pantat motornya yang terparkir. Lama sekali rasanya menunggu dia keluar. Hingga kak Farid keluar memakai tas ransel dan membelokkan motornya dan jalan. Aku langsung saja jongkok dan bermaksud mengintipi dia dari celah-celah pagarku. Dan memberanikan berdiri saat dia sudah terlihat jauh. Aku juga bertanya-tanya pada diri sendiri, kalau kak Farid mau kemana ya? Khan sebentar lagi shalat jumat. Dimasjid sudah terdengar suara mengaji. Aku hanya bisa mendoakan keselamatan dia. Ya Allah, tolong lindungi kekasih hamba kak Farid. Dan jagalah dia Ya Allah. Karena aku mencintainya. Ketika aku tahu, kau enggan kutatapi, aku kecewa dan aku merana, karena kutahu, perasaan cintaku ini, akan bertepuk sebelah tangan, aku mengerti keacuhanmu, agar aku tak meminta harapan kosong padamu, untuk mencintaiku, maafkan aku karena terlalu mencintaimu, bukan maksudku buatmu tak nyaman, agar kau mengerti perasaanku sayang, maafkan aku karena perasaan cintaku ini, telah tercipta untukmu sayang, saat pertama kumelihatmu.
(part13)
6 Mei 2007, hati dan pikiranku masih menunggui kemunculan kak Farid walau sedetik. Tapi dia tidak muncul-muncul juga. Hanya wajahnya sajalah yang berupaya kulukis dibenakku. Baik saat dia berkacamata ataupun dilepas. Hingga hari inipun aku belum pernah melihatnya sejak kemarin bahkan mendengar suaranya. Aku hanya mendengar derungan-derungan motor, baik yang lewat depan maupun belakang rumahku dengan menebak-nebak dalam hati dalam penantian yang hampa. Kucoba selubungi buih-buih dzikir dihati, pikiran, dan ditiap detik kubernafas. Namun “setan cinta” tetap saja merambati telaga jiwaku untuk menebarkan wajah-wajah kak Farid sang kekasihku yang tak tampak. Namun penuh pesona kala kuberilusi.
Aku hanya bisa mengatakan, kalau diriku ini benar-benar bodoh, karena mudah terbudaki oleh cinta, cinta yang tak terbalas. Kerinduanku pada kekasihku itu, semakin hari kian mendesak. Namun hanya terjadi dalam kehampaan. Bahkan hatiku semakin yakin, kalau kekasih yang sangat kucintai itu, memang sengaja menghindariku dengan tidak menampakkan diri. Atau mungkin dia sudah pindah kerumah lain akibat perbuatanku. Mungkin apa yang kulakukan, meski sangat membahagiakan bagiku, ternyata sangat menakutkan baginya. Aku memang wanita yang penuh mimpi, tapi aku sangat mencintai kak Farid. Dialah cowok impian yang kuidamkan selama ini, tapi hatinya ternyata tidak dibukakan untukku. Sebenarnya aneh juga saat kemarin aku melihat kak Nain memasuki lorong menuju pulang kerumahnya, ketika aku diatas angkot. Saat itu aku malah berharap, seandainya saja kak Faridlah yang bisa berpapasan denganku. Meskipun aku diatas angkot sekalipun. Tapi memang rasanya tidak mungkin. Pernah juga saat diatas angkot aku melihat kak Nain tengah berkumpul dengan kawan-kawannya dikantin dekat kampus kedokteran. Aku juga melihat motor hijau muda silver yang biasa dikendarainya terparkir. Aku juga mencari-cari kak Farid, tapi dia tidak ada. Aku heran, sebenarnya ini artinya apa? Mungkinkah Tuhan memberikan isyarat, pertanda, atau mungkin hanya kebetulan. Tapi bagaimanapun semua ini hanya menjadi rahasia Tuhan. Aku hanya manusia polos yang sebaiknya merenungi kesalahan-kesalahanku selama ini, agar merasa siap saat ajal mengantarku ke pelabuhan hidup terakhir. Aku hanya bisa mengatakan, jangan salahkan aku karena terlalu mencintaimu kak Farid. Maafkan kalau sikap curi pandang cari perhatianku selama ini telah membuatmu risih dan eneg. Aku hanya bisa mengatakan, maafkan aku sayang dan Ampuni aku Tuhan. Ya Allah, Ya Mushawwir (Yang Menciptakan Rupa Makhluk). Mungkin aku sudah tertipu akan keindahan dunia ini yang sebenarnya hanyalah ilusi. Maafkan aku Farid kekasihku, karena terlalu mencintaimu. Apapun sikapmu padaku, aku akan tetap mencintaimu selama hidupku. Karena aku memang sangat mencintaimu dan yakin bahwa kau tercipta untukku.
(part14)
Awalnya aku memang menungguinya saat tengah mengetik diruang tengah. Bahkan sebelumnya, aku mendengar derungan motor yang ternyata bukan kak Farid. Tapi akhirnya, lama dalam bernantikupun, kekasihku muncul juga. Aneh memang, langsung menganggap dia kekasihku. Tapi aku tidak perduli, aku sengaja menanamkan sugesti dengan sebutan kekasih, pasangan hidup atau apapun itu agar bisa menjadi kenyataan. AMIN. Karena aku memang sangat mencintai kak Farid. Lalu terdengarlah besingan motor dari kejauhan. Akupun berlari keruang tamuku dan melihatnya lewat depan rumahku. Secara spontan, aku gegas buka pintu yang terkunci dan lari kearah pagarku untuk mengintipnya. Senang rasanya bisa melihatnya kembali. Alhamdulillah, akhirnya aku melihatnya malam ini saat terdengar sang Imam melafazkan surah Al-Fatihah pada rakaat pertama shalat Isya di masjid. Sepertinya kekasihku Farid baru pulang. Hingga aku memimpikannya. Mungkin karena terlalu kepikiran, jadi terbawa arus mimpi akhirnya. Padahal kalau harus memilih, aku lebih suka tidak bermimpi. Karena aku benci mimpi. Semuanya hanya peristiwa maya yang menjebak kita dalam berilusi. Meskipun tidak semua mimpi seperti itu, tapi berdasarkan mimpi-mimpiku. Mungkin itu adalah bagian dari godaan setan yang pantas terkutuk. Sebab hanya volume otak yang dapat menyentuhnya sebatas benak. Dalam mimpi itu, aku tengah berdiri menungguinya depan pintu ruang tamuku seraya memegangi jendela. Saat itu pula kak Farid tiba-tiba datang menghentikan motornya depan pagarku. Kami saling berpandangan dalam kebisuan masing-masing, hingga diapun pergi. Aku rasa mungkin itu adalah pertanda bahwa aku memang bukan ditakdirkan menjadi jodohnya. Sedih juga sih, tapi yaa, sepertinya Tuhan memberikanku jalan keluar melalui mimpi agar tidak lagi terkontaminasi dalam bayangan semu atas nama cinta yang kurasakan secara berlebihan. Terima kasih Tuhanku, terima kasih Ya Allah. Engkau telah membimbing hamba melalui petunjukMu. Aku sempat merasa agar sebaiknya melupakan kak Farid dengan perasaan cinta sepihak ini. Tapi tetap juga tidak bisa.
Tanggal 7 Mei 2007, aku memutuskan untuk bangun lebih pagi agar bisa menunggui kak Farid lewat depan rumahku. Meskipun berharap-harap cemas, karena aku takut dia akan menghindariku lagi, jadi aku menunggunya diruang tamu. Dengan penuh harapan doa agar cintaku mau lewat depan rumahku. Sejam menunggupun, rasanya bagai berjam-jam. Aku mendengar derungan motor dan langsung lari ke pagarku dan mengintai kearah rumahnya, tapi sepi. Derungan motor itu ternyata suara dari belakang rumahku. Tapi aku berusaha untuk tidak kecewa. Mungkin memang takdirku bukan jodohnya, meskipun aku masih tetap berharap dalam doa agar kak Farid ditakdirkan jadi jodohku. Jadi Imam bagi keluargaku dan keturunanku kelak. AMIN. Aku lalu duduk diam disofa ruang tamuku seraya menyaksikan lalu lalangan mobil, motor, becak, sepeda dan orang-orang yang jalan kaki. Tak lama kemudian, aku mendengar lagi derungan motor dan merasa kalau dia kak Farid, jadi aku lari ke pagar dan mengintai. Ternyata kak Farid beneran. Aku senang sekali melihat dia mengunci pagarnya, meski tetap waspada agar dia tidak melihatku. Dan saat dia memutarbalikkan motornya menuju kearahku, cepat-cepat aku jongkok demi mengintipi dia melalui celah-celah pagarku. Kemudian lewatlah dia dan aku puas. Aku hanya bisa mendoakannya dalam hati. Ya Allah, tolong lindungi kekasih hamba, dan jagalah dia karena hamba sangat mencintainya.
(part15)
Tanggal 8 mei 2007, sebenarnya sejak kemarin aku selalu memaksa hatiku untuk menghapus perasaan cintaku pada kak Farid. Jadi aku tidak mengecengi dia sejak kemarin Maghrib hingga Isya. Aku hanya merasa dia lewat dan melajukan motornya depan rumahku. Sebenarnya hatiku selalu terdesak untuk mengintainya, tapi kulawan perasaan itu. Karena aku merasa telah terpedayai oleh setan. Mana mungkin ada perasaan cinta yang berlebihan seperti yang aku alami didunia ini. Kalau bukan karena tipuan, bujukan, maupun rayuan setan yang ingin menggelincirkan manusia ke jalan yang disesati. Aku lebih memilih berdiam diri sambil membaca buku dikamar tidurku. Aku juga bertahan untuk tidak keluar rumah saat Dzuhur dan Ashar. Karena aku mencoba untuk melupakannya. Meskipun aku tiba-tiba merasa kehilangan perasaan cintaku padanya, entah mengapa ragaku tetap berlari untuk mencarinya meski tak terlihat bayangannya sekalipun. Hingga akhirnya, perasaanku tiba-tiba muncul lagi kala Adzan Maghrib terkumandang. Aku memutuskan untuk mengintip dari balik jendela ruang tamuku. Tapi sayang, dia tidak muncul-muncul. Aku gelisah, sangat gelisah. Aku sangat merindukannya. Dan anehnya, perasaanku kadang-kadang ada tapi kadang-kadang pula lenyap. Kadang aku ragu dan kadang pula aku yakin bahwa kak Faridlah jodohku. Namun karena dia tak muncul-muncul, aku pergi ke kamar tidurku. Kemudian aku mendengar deringan motor yang terdengar pelan sekali. Jadi aku pikir kalau itu bukan kak Farid. Tapi spontan saja aku berlari keruang tamuku dan membuka horden jendela. Alhamdulillah, dia ternyata pangeranku. Aneh rasanya dia memelankan laju motor, padahal dimasjid sudah Iqamah. Jadi aku cukup puas memperhatikan dia melewati rumahku. Aku tahu didunia ini tak ada cinta yang sempurna. Tapi aku yakin, kalau cinta paripurna itu memang ada.
Kala Adzan Isya terkumandang, aku berusaha menahan diri untuk tidak mengintai kak Farid kekasihku. Karena aku juga berpikir, kalau semua yang kulakukan terlalu sia-sia. Aku terus mengejar cinta yang terus lari menjauhiku. Aku hanya berbaring dan dalam hati tetap menebak suara motor siapakah yang lewat depan rumahku. Tapi diantara perbedaan derungan motor, aku merasa bahwa dia lewat depan rumahku, sembari memelankan laju motornya seperti saat Maghrib tadi.
Hari ini 9 Mei 2007, aku benar-benar memutuskan untuk tidak mengecengi kak Farid lagi. Aku berusaha menahan perasaan untuk mencarinya lagi. Meskipun tiap terdengar suara motor, aku masih menebak-nebak apakah kak Farid atau bukan. Hanya saja aku berhasil mengendalikan diri untuk tidak lari mencarinya. Aku hanya membaca dikamar tidurku. Karena pengen cuci kaki, aku ke kamar mandi. Sewaktu disitu, aku mendengar derungan motor yang kuanggap kak Farid. Maka pikiranku terkonsentrasi untuk mendengarkan deruan motor yang bunyinya perlahan-lahan. Aku menebak kalau kekasihku tengah kunci pagar. Kemudian derungan motornya terdengar keras dan berlaju jalan. Tapi saat melewati rumahku, aku dengar dia melajukan motornya perlahan-lahan. Anggapanku karena banyak anak-anak yang main siang itu disekitar rumahku. Aku yakin, kalau dia melihatku. Pasti langsung mengencangkan motornya, seperti kemaren-kemaren. Beberapa waktu berlalu kemudian, masuklah saat Ashar dan Iqamah terdengar. Aku merasa pengen duduk diruang tamuku untuk menunggunya, tapi tak muncul-muncul juga dia. Aku pikir dia bakal lewat, tapi tidak. Jadi aku merasa tidak akan menyukainya lagi. Meskipun hatiku tetap menyatakan Farid...Farid...dan...Farid lagi. Tapi pikiranku tetap juga dipenuhi kata-kata tidak mungkin. Meski tetap juga aku berdoa dalam hati, agar kak Farid ditakdirkan jadi jodohku. Tapi aku ikhlas kok, meski aku bukanlah pilihan hatinya. Aku tidak tahu, kenapa harus melakukan hal-hal sebodoh ini? Aku mungkin memang terlalu berharap. Dan terlalu banyak berilusi. Selama dalam perenunganku itu, aku seolah melihat dia berjalan pulang depan rumahku. Padahal ipar tetanggaku yang berdampingan dengan rumahnya. Lalu lama-kelamaan, saat merenung kembali. Aku merasa seolah-olah kak Farid lewat. Akupun berdiri dan mengintip dari balik jendelaku dan melihat kak Farid jalan pulang sambil tunduk mengsms.
(part16)
Aku selalu heran pada diriku sendiri, karena selama ini aku selalu tiba-tiba ketawa sendiri padahal tak ada hal-hal yang lucu. Adikku malah sering menegurku, karena ketawa sendiri tanpa sebab. Hingga akhirnya, aku merasa untuk menghentikan perasaan cinta sepihak ini dengan cara membuat lirik lagu yang nadanya seperti balonku ada lima. Aku punya tetangga, dia bernama Farid, dia orang Malaysia, juga alim dan cuek, aku cinta padanya DAN, aku sayang padanya, Sekarang dia pergi. Aku jadi sendiri..
Lirik itulah yang kadang-kadang kunyanyikan untuk melupakan si Farid itu. Tapi tidak mempan. Sebenarnya aku memang sudah berkomitmen untuk melupakan dia dipikiranku, tapi perasaanku tetap juga mencarinya. Awalnya aku berniat mengintainya saat Maghrib, tapi niat itu terurung karena aku mendengar derungan motor seperti motornya tepat depan rumah kontrakan kawannya yang diujung dekat jalan. Tapi entah mengapa? Saat Isya, perasaanku ingin mengunci pintu pagar yang aku tak tahu sudah terkunci atau belum. Jadi aku keluar mengajak adik bungsuku, untuk alasan dan dengan tujuan mengunci gembok pagar. Sempat juga aku berpikir seandainya kak Farid lewat, tapi kutepis anggapan itu karena aku merasa dia sudah pergi tadi. Saat kukunci gembok pagar yang ternyata belum terkunci sejak sore, ternyata kak Farid muncul juga. Aku malah kaget dan terus memperhatikan dia. Dia dibonceng oleh Nain rekan sekontrakannya dengan mengendarai motor milik Nain. Sikapnya cuek dan tak menoleh kearahku. Kak Farid melihat kedepan dan sedikit memiringkan kepalanya ke samping seolah menghindari untuk melihatku dan kutatapi. Aku kecewa juga, karena aku tidak sengaja memperlihatkan diri. Tapi perasaan kecewa sedikit mereda, saat adikku berkata “Malaysia”. Beberapa menit kemudian usai aku shalat Isya. Aku sesegera pergi keruang tamuku untuk mengintip dari jendela. Aku mendengar suara motor dan menganggap itu mereka. Dan benar. Tapi ternyata mereka berhenti kerumah ujung dekat jalan dan masuk. Perasaanku sedih sekali dan yakin mereka sengaja menghindariku. Karena sepertinya, mereka sudah tahu sejak dulu aku selalu menunggui kak Farid pulang lewati rumahku. Aku hanya bisa menangis dalam hati. Karena pertemuan kita terjadi secara tak disengaja kak Farid. Tolong jangan salahkan aku karena perasaan ini. Aku juga saat itu merasa kalau mereka sepertinya putar jalan lewat belakang rumahku. Terkaanku tepat, ketika aku tengah menulisi diary ini. Aku mendengar deringan motor yang kusangka kak Farid, baru saja akan pergi dengan Suzuki Thundernya DDxxxx mengenakan tas ransel kecil. Aku pikir dia hendak nginap dirumah kawannya yang lain agar tidak bertemu lagi denganku. Bukannya GR, bagi siapapun yang memang berniat tidak lebih dari niat yang baik. Pasti akan berusaha menghindari balak. Apalagi dilihati oleh orang yang tidak diharapkan, pasti akan risih dan berupaya menghindari fitnah. Tapi aku akan tetap mendoakan kamu sayang, agar Tuhan senantiasa melindungimu. Karena aku sangat mencintaimu. Ternyata aku gagal menghindarkan diri lagi. Dia sepertinya takut atas kelakuanku.
(part17)
Maafkan aku Farid, maafkan aku yang terlalu mencintaimu. Kau telah bertindak benar menghindariku, karena aku terlalu sok cari perhatian padamu. Maafkan aku cintaku. Aku akan tetap merindukanmu, apapun yang kau lakukan padaku. Aku ikhlas, karena akulah yang salah telah memilihmu untuk kucintai. Sekali lagi maafkan aku kekasihku. Dua jam kemudian, aku tengah mengetik diruang tengah depan kamar tidurku. Aku mendengar deruan motor dari sebelah ujung kiri jalan dan menganggapnya kak Farid. Lalu derungan motor itu terdengar melewati rumahku dengan kencang. Lalu berlaju pelan saat mulai tiba depan kontrakannya dan berhenti. Aku mendengar suara pagar yang didorong dan dia memasukkan motornya, lalu suara pagar didorong lagi. Awalnya aku pikir, kak Farid mulai menyukaiku atau paling tidak mencariku sejak kemarin. Makanya dia selalu memelankan laju motornya. Padahal tidak begitu kenyataannya. Kayaknya selama dia tak melihatku, cintaku itu bakal nyaman. Tapi karena penampakanku, akhirnya dia menghindar juga. Kayaknya kekasihku Farid sudah punya cewek yang dia cintai. Jadi mungkin sering smsan. Beruntung sekali cewek itu. Aku hanya bisa berharap agar kau akan selalu bahagia Faridku sayang. Aku benar-benar merasa sedih, karena telah membuatmu risih kak Farid. Maafkan aku, maafkan aku kalau sikapku selama ini padamu terlalu berlebihan. Ampuni hamba Ya Allah, karena selalu berilusi untuk mendapatkan cintanya. Mungkin Engkau memang sengaja Memberitahu melalui terkaan-terkaan dalam hatiku, agar aku tidak bersikap secara berlebihan. Karena Engkau memang tak suka pada makhluk yang selalu bersikap berlebih-lebihan. Maafkan aku kak Farid dan Ampuni hamba Ya Allah. Aku menyesal karena perasaan cinta ini. Perasaan cinta yang penuh dengan harapan-harapan kosong dan tidak masuk akal. Maafkan aku...maafkan aku...karena memiliki perasaan cinta yang salah alamat.
Tuhan, aku tidak tahu alamat apakah gerangan yang terjadi pada hamba tanggal 10 Mei 2007 ini. Dikala aku tengah berusaha melupakan kak Farid, hatiku tetap mencarinya tiap terdengar suara motor yang lewat depan rumahku. Kadang-kadang aku bisa menahan diri untuk tidak keruang tamu, tapi kadang-kadang pula aku lari ke teras untuk mencarinya. Aku masih mengingati terus yang dia lakukan semalam padaku, hingga membuatku menangis putus asa. Kadang dalam hati, maupun tiap kali kuusap airmataku. Jam setengah empat sore ini, aku tengah naik angkot dan merenungi kebodohan-kebodohan perasaan cinta yang kupendam selama ini. Disaat-saat aku terjaga, tiba-tiba aku melihat seseorang mengendarai Suzuki Thunder seperti motornya kak Farid. Dan hatiku merasa dialah kak Farid, meskipun kulihat dia didepan mendahului angkot yang kutumpangi. Tebakanku semakin kuyakini benar, saat melihat DD motor xxxx. Perasaanku campur aduk. Senang dan sedih, hingga akhirnya aku menangis. Aku merasa ini adalah tipu daya setan. Mungkin aku tak akan bersikap seperti ini walaupun ketemu dengannya secara tak disangka-sangka, jikalau aku tidak mencintainya. Berarti setan yang terkutuk, telah menguasaiku melalui perasaan cinta.
(part18)
Adzan Ashar pun terkumandang. Pikiranku menggerakkan ragaku untuk menungguinya lewat depan rumahku, karena menganggap bahwa kekasihku sudah pulang. Posisiku tengah duduk menulisi diary ini diruang tamu. aku berencana melihatnya dari jendela. Perasaanku sedih, menanti, dan menebak-nebak apakah dia akan lewat atau tidak? Tiap kali kudengar langkah kaki, aku menoleh kearah jendela karena kupikir itu dia, meskipun bukan. Awalnya aku merasa sudah bisa menebak langkah kakinya kak Faridkah? Atau bukan. Tapi itu hanya terjadi kadang-kadang. Menurut pendengaranku. Langkah kakinya seperti sedikit ditekan ke tanah dan kedengaran bunyi gesekan antara sandal yang dipakainya dengan jalanan. Itu menandakan dia berat. Hah....maksudnya? Cappe deh. Meski jarak antara Adzan dan Iqamah hanya beberapa menit, aku merasa cukup lama juga menunggu. Jadi aku asal-asalan menulisi diary ini untuk mengisi waktu. Sesekali pula aku menoleh kearah jendela, meskipun tak ada suara langkah kaki terdengar sedikitpun. Aku hanya mendengar suara anak-anak yang bermain, suara motor, mobil yang lewat depan rumahku dan suara pagar yang dibukatutup. Tapi dia belum juga muncul-muncul. Aku malah gelisah kalau-kalau dia memang tak akan lewat. Aku lalu mendengar suara motor seperti derungan motornya tapi hanya sebentar. Gelisah...gelisah...hatiku sangat gelisah. Ah my God, ternyata bukan motornya yang lewat. Kak Farid, kamu dimana? Kenapa kamu lama sekali munculnya? Iqamah sudah terdengar dimasjid lain, dan sebentar lagi dimasjid dekat rumah kita. Sial, aku pikir kamu cinta, yang lewat. Ternyata anak tetangga dan penjual mainan anak-anak. Hah, sekarang terdengarlah Iqamah, tapi dia belum tampak juga. Malahan becak dan dua gadis anak tetangga yang nampak. Atau kamu belum pulang ke rumah sekarang ya? Mungkin saat dijalan tadi, kak Farid pergi singgah entah kemana? Malahan dibenakku, sekarang terngiang-ngiang langkah kakinya. Padahal hanya ilusi. Hhhh, aku sebaiknya pergi sholat saja. Pada malam sampai subuh hari, aku memimpikan kak Farid. Dalam mimpi itu, aku tengah mengunci pagar seraya melihati kak Farid jalan pulang dan berhenti lalu masuk mengunci pagar dirumah ujung dekat jalan. Dia juga balik menatap kearahku. Lama kami saling bertatapan, hingga dia lalu masuk ke dalam rumah. Aneh rasanya karena sepertinya tidak ada tanaman dirumah tetanggaku yang menghalangi pandangan kami. Dan pagar yang membatasi antara rumahku dengan rumah tetanggaku juga rumah ujung dekat jalan, hanya sedadaku. Padahal dialam nyata, batasnya seleherku. Rasanya pandanganku ke kak Farid sangat luas. Tapi mimpiku itu buyar karena aku dibangunkan oleh dering panggilan temanku, kemudian tidur lagi. Tiba-tiba aku bermimpi lagi tentang kak Farid. Dia mengenakan peci kayak peci haji, berkacamata, baju kaos, dan celana levis panjang. Aku heran melihat dia mengenakan levis, karena selama ini aku tak pernah melihatnya berlevis. Dia paling tidak hanya memakai celana panjang hitam, celana katun, coklat, dan krem. Kadang-kadang juga dia pakai trening. Aku memandanginya dari pintu rumahku dan dia berdiri didepan pagarku. Aku melihat ada seorang wanita tinggi berambut lurus sebahu menghadap bicara kearahnya. Hatiku cemburu. Kak Farid juga sempat melihatku yang melihatinya, lalu dicuekin. Tiba-tiba dia berjalan kearah seorang pria dan mereka berbincang-bincang. Lalu tiba-tiba suasana mimpiku berubah. Aku melihat banyak orang berkumpul didepan sebuah pintu rumah entah rumah siapa? Tengah melihat-lihat banyak album foto. Aku pun melihat album foto itu sembari memperhatikan foto-foto didalamnya. Ternyata foto-foto pernikahannya kak Farid dengan seorang wanita. Aku merasa wanita itu adalah gadis yang kulihat dalam suasana mimpi yang tadi. Tapi wajahnya nggak jelas. Perempuan itu mengenakan pakaian pengantin warna merah ala India dan kak Farid berkostum jas hitam. Kepala kak Farid terkerudungi oleh kerudung wanita disampingnya. Terakhir, aku melihat foto istrinya kak Farid memakai sari pengantin warna merah. Tapi wajahnya masih sangat kabur. Posenya kaku menghadap kamera dengan mengangkat kedua tangannya sambil memegang kerudung dan seolah bergaya membuka kerudung itu. Memang aneh, tapi sepertinya itu sudah pertanda, kalau kak Farid bukanlah jodohku. Kecewa juga rasanya, karena selama ini aku terlalu banyak berharap.
Jam enam pagi ini aku duduk merenung diruang tengah memikirkan mimpiku. Lalu aku keruang tamu mengintip dari balik jendela menunggui kak Farid. Tapi aku sudah merasa putus asa karena mimpiku semalam. Jadi aku pergi duduk ke ruang tengah dan merenung sambil sesekali menoleh kejendela. Mungkin perasaanku selama ini terlalu berlebihan padanya, jadi Tuhan menolongku dari penipuan duniawi dengan memberiku pertanda mimpi. Lama aku merenung dan mendengar derungan motor yang kusangka kak Farid, padahal bukan. Aku tetap berupaya menahan perasaan cintaku padanya, tapi tidak bisa. Aku tetap memikirkannya, meskipun desakan untuk menungguinya menghilang sedikit demi sedikit. Lalu mataku menatap jam dan mendengar derungan motor yang kurasa kak Farid. Aku mendengar suara pagar yang didorong, lalu suara deruan motor yang dibelokkan dan aku menunggui penampakannya melalui jendela. Ternyata benar. aku mendengarkan derungan motornya hingga sampai perbatasan kompleks rumah kami dengan perumahan lain yang jaraknya berjauhan. Tapi hatiku merasakan kak Farid sepertinya pulang kembali dan derungan motornya semakin mendekat. Tebakanku benar. Dia pulang kembali menuju kerumahnya, karena sepertinya melupakan sesuatu. Kak Farid memang kadang-kadang suka lupa. Dasar kekasihku sayang. Lama aku menungguinya, akhirnya kekasihku lewat juga.
(part19)
13 mei 2007, aku barusan tiba dirumah jam enam lewat pada waktu Maghrib. Aku baru pulang dari Malino. Malah saat jalan kaki pulang, aku berharap agar berpapasan dengan kak Faridku. Tapi tidak terkabul. Aku merasa rindu berat pada dia sang terdamba, hingga tiba dirumah. Karena sejak kemarin, aku tidak melihatnya saat-saat keberangkatanku ke Malino. Meskipun aku sudah menungguinya sejak jam enam pagi hingga waktu Dzuhur. Sebab setelah Dzuhur, aku sudah berangkat. Tiba-tiba tidak lama kemudian, aku mendengar deruan motor yang kuanggap kak Farid dan benar. aku berlari ke teras dari kamar mandi tanpa menyadari kelelahanku akibat pulang jalan kaki masuk lorong rumahku. Aku melihat kak Farid berhenti dirumah ujung dan aku mengintipinya terus dari celah-celah pagarku. Sambil bungkuk berdiri...bungkuk berdiri, aku tetap mengintipinya waspada. Sepertinya dia dan kawan-kawannya akan pergi dan saling berkomunikasi dalam dialek Melayu. Aku juga sempat berpikir, seandainya kami berpapasan jalan saat aku pulang tadi. Tapi yah apalah daya dan upaya bagi manusia, kalau Tuhan sudah mengehendaki lain. Pasrah...pasrah...aku hanya bisa pasrah dan berdoa. Aku rasa aku sudah cukup berusaha, meskipun bukan berusaha keras buat kenalan. Karena aku sudah hilang akal mau bagaimana lagi bisa kenalan dengan kekasih pujaanku itu. Kemudian mereka pergi berombongan. Kala perasaan terjamah oleh waktu, saat rencana bertolak belakang dengan Kehendak-Nya, apalah daya manusia bertindak.
Tanggal 14 mei 2007 dari jam tujuh pagi ini aku menungguinya, karena menganggap dia bakal lewat depan rumahku. Tapi dia tak muncul-muncul, hingga pukul delapan lewat duapuluh menit. Kak Farid belum lewat-lewat juga. Merasa putus asa dalam kepasrahan, aku pun masuk. Aku berjalan seolah membawa beban dipundak seberat beton, karena kecewa. Detik diganti menit yang diganti dengan jam pula, aku merenung mempertanyakan perasaan cinta sepihak ini pada diriku sendiri. Aku juga membujuk pikiran, hati, dan raga untuk tidak kompak mencari, menunggu, berlari, dan mencintai kala pangeranku ada maupun tak ada. Aku malah berkali-kali berdebat dengan diriku sendiri untuk meyakinkan perasaanku ini adalah mustahil terwujud. Karena memang tidak mungkin. Tapi semakin berpikir, rasa cinta dan rindu ini semakin menjadi-jadi. Lama aku merenung dan kudengar derungan motor yang kuanggap kak Farid. Aku berlari dan melihatnya lewat depan rumahku. akupun menaiki pinggir kolam dan mengintipnya sembunyi-sembunyi turun dari motornya. Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah...dia masih tinggal disekitarku.
(part20)
Aku hanya bisa berdoa, Ya Allah, tolong jodohkan kak Farid dengan hamba. Tolong dekatkan dia sebagai jodoh hamba Ya Allah. Jika dia bukan jodoh yang baik bagi hamba, tolong jadikan dia jodoh yang terbaik bagi hamba Ya Allah. Insya Allah, aku akan menjaganya dan mencintainya dengan sebaik-baik perasaan cinta. Ahahahahahahaha, baju putihnya jatuh dari atas motor, sepertinya itu jas dokter. Dia memungut kembali baju itu dan merentak-rentaknya agar tidak kotor, lalu menyimpannya diatas motor. Kemudian dia masuk dan keluar setelah tiga menit. Kak Farid memakai bajunya dan mengancing. Masya Allah suamiku, eh kak Faridku sayang. Tampan sekali kamu. Kak Farid kelihatan kayak dokter sungguhan. Mudah-mudahan kau jadi dokter beneran cinta. Ya Allah, tolong berkahi kak Farid Ya Allah. Dia lalu menaiki motor dan membelokkan motornya. Aku langsung saja jongkok untuk mengintipinya dari celah-celah pagarku, hingga dia melewatiku. Setelah menjauh, akupun berdiri melihatnya pergi memunggungiku. Sebenarnya aku sedih, sedih sekali. Karena yang kulakukan terlalu sia-sia. Aku terlalu berharap dalam berilusi. Tapi aku selalu memaksakan kehendak dengan mempertahankan keyakinanku, bahwa kak Farid adalah jodohku. Aku juga berpikir untuk selalu berupaya bisa melihatnya, baik dari dekat ataupun dari jauh, selama dia ada disekitarku. Walaupun belum dekat sekali, aku akan tetap bersyukur. Lagipula sebentar lagi kak Farid pulang ke Malaysia karena sekarang sudah jadi coass.
Aku tahu, selama ini aku hidup dalam angan mengharapkan cintanya. Aku tahu, kalau semua ini hanyalah semu, dan aku juga tahu, bahwa hatinya bukanlah untukku. Tapi yang tak ingin kutahu adalah, ketika suatu hari dia pergi.
Sepulang kuliah saat Maghrib, aku berharap bisa bertemu dengan kekasihku dan tidak terkabul. Sewaktu dimasjid terdengar suara mengaji, tiba-tiba aku mendengar seperti suara orang teriak-teriak dirumah tetanggaku yang ternyata pertengkaran masalah keluarga. Karena suara ribut terdengar cukup keras, ibu dan kelima adikku duduk bersamaku diruang tamu sambil bergosip ria. Lama berselang, terdengarlah adzan Isya dan Iqamah lalu terdengar takbir per takbir rakaat shalat Isya. Lucunya kedua adik usia tujuh dan enam tahunku, ingin keluar mengintip pertengkaran itu dari pagar. Tapi aku malah marah dan menegur mereka. Namun karena merasa tidak enak, aku menyetel kunci pintu dan membuka pintu memanggil mereka. Tapi sepertinya mereka enggan bergerak karena sikapku tadi. Saat berdiri ditengah pintu, tiba-tiba derungan motor terdengar yang kuanggap kak Farid. Adik bungsuku juga mengatakan “orang Malaysia” dan benar. Tanpa rasa malu-malu, aku mengajak kedua adikku untuk lihat orang Malaysia dan mereka menurutiku menuju pagar. Kami bertiga menaiki pinggir kolam dan malah sama-sama membaliki kak Farid. Aku pikir kak Farid akan masuk kerumahnya, nyatanya tidak. Dia membalikkan motornya dan hendak menuju kearah kami. Spontan saja aku turun dan kedua adikku mengikutiku. Tapi karena aku ingin melindungi kedua adikku dari gigitan semut yang mengerumuni kakiku, aku melarang mereka turun sambil menggendong adik bungsuku dan memegangi adikku yang lain. Seiring kami akan memasuki rumah, kekasihku Farid lewat tanpa tahu yang terjadi dari balik pagarku. Setelah shalat Isya, aku duduk diruang tamu yang sudah kosong sambil dengar radio untuk menunggui kak Farid pulang.
(part21)
Aku gelisah dan resah tambah terdesak mencari dan menungguinya sembari mengintip dari balik jendela, karena kadang-kadang mendengar derungan motor yang bukan juga dia. Lama waktu terlewati tepat saat lagu kuingin kamu milik Roman terdengar, terngiang derungan motor hingga membuatku berlari untuk mengintai. Kak Farid lewat depan rumah. Alhamdulillah, akhirnya dia pulang jam sepuluh lewat delapan belas menit.
15 mei 2007, aku menunggui kak Farid sambil dengar radio jam tujuh pagi. Tapi akhirnya dia lewat pukul setengah sembilan. Lalu pukul setengah sepuluh, aku mendengar derungan motor yang kuanggap dia dan berlari lalu berdiri diruang tamuku. Belum sempat aku keluar dari pintu rumah, dia sudah lewat depan rumahku dan mengklakson dua kali pada anak-anak yang manjat ambil jambu air dirumah tetangga depan rumahku yang kosong penghuni. Tapi si setan cinta membuatku GR. Aku memang benar-benar sudah kerasukan setan, mungkin setan cinta. Beberapa menit kemudian, aku melihat dari jendela kak Farid lewat dan pergi lagi. Kemudian jam duabelas aku mendengar derungan motor dan berlari keruang tamu melihat kak Farid lewat. Aku lalu berlari kearah pagar dan mengintipnya sembunyi-sembunyi. Setelah dia memasuki pagar dan tidak kelihatan lagi. Aku berloncat-loncat bahagia dan masuk kedalam rumah untuk sujud syukur. Kala masuk waktu Dzuhur, aku menunggui kekasihku lewat. Aku mengintai rumahnya seraya melihat kedua adikku yang barusan bermain-main disekitar jalan dekat rumah kak Farid. Selang beberapa menit, akhirnya dia terlihat mengunci pagar. Karena ingin mencari perhatian, aku sok-sok saja memanggil kedua adikku untuk makan, saat kak Farid terlihat berjalan menuju masjid. Spek-spek saja kulihati dia juga. Awalnya aku malu memanggil kedua adikku dengan suara keras, karena sepertinya tidak sopan. Tapi aku ingin tampil apa adanya diriku. Karena meskipun aku mencoba berbicara lembut, suaraku pasti akan tiba-tiba meninggi tanpa kusadari sekalipun. Karena sudah masuk dalam komponen habitat karakter dan kepribadianku. Lalu aku menertawai adik bungsuku terbahak-bahak karena tidak jadi manjat pagar saat melihat papaku yang pulang dari kantor.
Perlahan-lahan aku jalan untuk masuk rumah seraya melihat ke kaca jendela mencari bayangannya. Setibaku depan pintu rumah hendak masuk, kak Farid tengah jalan melewati rumahku. Akupun dengan semangat pergi sholat Dzuhur. Setelah itu, aku keluar menunggui kak Farid pulang dihalaman samping rumahku, karena papa mamaku lagi makan siang diruang tamu. Sedangkan kedua adikku keluar bermain depan pagar rumah kami. Tiba-tiba aku melihat kak Farid dari celah-celah tanaman dirumah tetanggaku dan adik bungsuku memanggil memberitahu ada kak Farid sambil ketawa. Aku melihat kak Farid jalan berdua dengan rekannya seraya tersenyum. Awalnya aku pikir kak Farid akan singgah dirumah ujung kawannya itu, ternyata tidak. Dia terus saja melangkah dan aku lari bersembunyi dari balik dinding bercelah disamping rumahku dan mengintipinya. Dari samping kelihatan hidungnya mancung dan telingannya agak runcing. Mirip telinga peri seperti telingaku juga. He...he...he...becanda, ehem. Aku memperhatikannya dengan jantung bergetar-getar. Ketika dia mulai menjauh, aku keluar dari persembunyian dan jalan keluar pagar melihatnya pulang. Setibanya dia dirumah, barulah aku masuk juga kerumahku.
(part22)
Aku merasa bahagia dalam kehampaan. Karena memang yang kulakukan terlalu sia-sia demi mewujudkan asa yang mustahil nyata. Lama waktu berselang, aku mendengar derungan motor yang kukira kak Farid dan mengintai dari jendela ruang tengah. Suaranya mulai kedengaran mendekati rumahku dan lewat tapi bukan kak Farid.
Hatiku tidak merasa bergetar menandakan suara motornya lewat depan rumahku. tiga menit kemudian, telingaku mendengar deruan motor, hingga hatiku gemetar. Aku yakin bahwa dialah kak Farid. Sebenarnya ragaku sudah terdesak untuk keluar mengintainya dari pagar, tapi tidak jadi karena aku malu ketahuan orangtuaku yang masih duduk berbincang-bincang diruang tamu. aku semakin bersiap-siap menahan untuk tidak berkedip menunggui kedatangan kekasihku yang walau hanya lewat, saat-saat terdengarnya derungan motor yang mulai berjalan dari arah rumahnya. Namun ternyata bukan kearahku, dia sepertinya putar jalan kebelakang rumah tetangga depan rumahku, hingga aku mendengar suara sayup-sayup motor karena semakin pergi menjauh. Yah, hanya doalah yang dapat kupanjatkan demi keselamatanmu sayang dan semoga kau bahagia. Meskipun selama ini kau selalu menghindariku, aku akan tetap mempertahankan perasaan cintaku untukmu. Karena mengerti bahwa yang kau lakukan selama ini padaku adalah demi kebaikan kita baik didunia ini, maupun diakhirat kelak. Aku mencintaimu, selama hatiku tetap dijalur yang lurus. Jam setengah sebelas malam ini, aku gelisah tidur. Pikiranku terbaluti oleh penampakan kekasihku Farid. Dihatiku terpenuhi oleh nama-nama Farid. Aku selalu berdoa dan berharap agar kak Farid jodohku. Aku masih juga memikirkan kejadian tadi siang. Tiba-tiba terdengar suara motor yang kuanggap milik kak Farid, hingga mendesakku berlari keruang tamu untuk mengintai melalui jendela. Tapi salah terka. Hatiku juga tak bergetar-getar. Berkali-kali terdengar derungan motor, tapi kuacuhkan. Aku hanya berbaring dikamar tidurku. Kemudian saat waktu menunjukkan pukul sebelas, terdengar derungan motor yang hatiku mengatakan kak Farid. Akhirnya kekasihku pulang juga. Aku mengonsentrasikan pendengaran pada bunyi deruan motornya yang memasuki pagar kemudian berhenti.
Kala hujan jatuh menyelimuti raga-raga dibawahnya, saat itu pula aku menggigil terselubungi patah hati, aku tengah mencari celah untuk menanam semangat bagi jiwaku yang terluka, aku butuh perhatian dari teman-temanku.
16 mei 2007, aku bertarung dengan perasaan, firasat dan pikiran untuk tidak mengecengi kak Farid lagi. Meskipun terlalu banyak hal yang kulakukan hanya untuk menarik perhatiannya. Ternyata semuanya sudah sia-sia. Aku terlalu menganggap perasaan cinta ini sangat berlebihan. Jadi aku harus lebih bertawakkal pada Allah Swt. Kini aku mulai berkomitmen untuk tidak modis lagi karena hanya sia-sia belaka. Aku akan tampil apa adanya diriku sebagai karakter yang memiliki jati diriku sendiri. Meskipun hatiku masih mendesak dan memaksa ragaku mencari kak Farid dan aku masih menungguinya diruang tamu, aku akan tetap berusaha melawan perasaan ini. Karena aku merasa telah kerasukan setan cinta yang sangat-sangat terkutuk.
(part23)
Sepulangnya aku dari bertemu teman chating, Maghrib ini aku menungguinya diteras. Aku menunggu dalam berharap-harap pasrah agar dia muncul. Dibenakku terpenuhi aneka prasangka. Aku memikirkan dia pasti naik motor atau tidak akan lewat sama sekali. Lalu aku mendengar derungan motor yang tak sekeras derung motornya, memasuki pagar yang dibuka pada rumah ujung dekat jalan. Aku merasa dalam perasaan ragu-ragu, dia kak Farid. Tapi batinku menyuruhku untuk tetap menunggu hingga bapak-bapak tetanggaku pulang semua. Aku tetap menunggu dalam harapan yang penuh kepasrahan. Ternyata kekasihku Farid pulang jalan kaki. Namun entah karena malu atau apalah? Aku terdorong masuk rumah dan sembunyi dari balik jendela ruang tamuku. Tapi karena merasa tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku keluar lagi untuk melihatnya. Mungkin aku akan melihat dia untuk yang terakhir kalinya, karena memang benar-benar sudah tak ada harapan. Aku bahkan merasa kalau kak Farid bakal putar jalan entah kedepan atau mungkin juga kebelakang diwaktu Isya nanti. Dia sepertinya bakal menghindariku lagi. Disela-sela prasangkaku, aku kesambet ide konyol lagi. Karena ide pertama tidak berani kulakukan. Aku berpikir untuk mengiriminya sebuah hadiah berupa kerang warna oranye sebagai tanda maaf dan persahabatan dariku. Aku juga sempat mendengar derungan motor yang kurasa kak Farid melaju lewat ke belakang rumahku saat posisiku diruang tengah. Agar meyakinkan perasaanku, aku mengintai rumah kontrakannya, mulai dari sebelum Adzan Isya, hingga Iqamah dan akhirnya suara takbir terdengar. Kak Farid tidak nampak juga. Mungkin aku sudah berbuat kesalahan, karena telah mencintai cinta yang salah. Sudahlah, perasaan ini memang cinta yang tak mungkin. Karena aku merasa kak Farid yang kucintai tidak akan menyambut perasaanku, dengan terpaksa aku mengurungkan niat memberikannya hadiah. Aku takut, takut sekali membuatnya tak nyaman. Karena aku sangat mencintaimu kak Farid, aku mencintaimu. Aku hanya bisa merasakan dia ada dan tiada, saat terdengar derungan motor. Hatikulah yang dapat menebak-nebak, diakah kak Farid atau bukan.
Tanggal 20 Mei 2007, akhirnya aku melihat kak Farid tepat jam setengah sepuluh malam. Setelah berhari-hari tak pernah lagi melihatnya, hari ini kerinduanku terbalas. Alhamdulillah. Sebenarnya beberapa hari itu, aku sengaja tidak mau mengintai kak Farid agar melupakan perasaanku padanya. Tapi tetap juga gagal. Aku malah semakin merindukannya. Karena aku selalu berkeyakinan bahwa kak Farid adalah jodohku. Aku berharap dialah jodohku. Tapi entahlah, nanti? Tanggal 21 Mei ini, mungkin Tuhan membalas kerinduan terpendamku untuk kak Farid. Jadi kami dipertemukan. Pukul delapan lewat tigapuluh menit, aku mendengar derungan motor yang kuanggap kak Farid, aku segera berlari mengintai dan melihatnya tengah mengunci pagar. Ketika menuju kearahku, aku berlari keteras rumah dan melihatnya lewat. Kemudian pukul sebelas lewat, kedua adikku mengajak jajan diwarung belakang rumahku. sekeluarnya kami dari rumah, sempat aku mendengar derungan motornya kak Farid dan berhenti. Awalnya aku ragu apakah kak Farid yang duduk diatas motor yang diparkirnya dirumah ujung dekat jalan atau bukan? Karena bisa jadi saat itu hanya kawannya. Ternyata dia beneran. Dia tengah tunduk melihat handphonenya serius. Aku yang grogi dan sedikit gugup, berjalan dengan kedua adikku melewatinya. Sepulangnya kami dari warung, aku merasa pasti kak Farid bakal pergi karena melihat penampakanku. Ternyata tidak. Dia masih asik serius lihat handphonenya tanpa mempedulikanku melewatinya. Tubuhku gemetaran dan jantungku berdegup-degup karena malu. Aku sangat malu, karena sudah tahu responnya dia selama ini padaku. Sebenarnya aku ingin sekali mengintipinya dari rumahku, tapi aku malu.
(part24)
Lama-kelamaan, sepertinya dia tidak dibukakan pintu oleh rekannya yang tinggal dirumah itu. Barangkali teman-temannya yang lain belum pulang. Atau dia memang sengaja tidak mau masuk, karena setahuku dia punya kunci cadangan untuk pagar rumah diujung itu. Atau bisa jadi mereka musuhan? Aku kasihan pada kak Farid. Dia sepertinya kelihatan jenuh dan diam. Aku ingin sekali menegur dan menyapa dengan senyuman termanisku untuk menghiburnya, tapi takut malu. Mungkin karena lama dalam kejenuhan, jadi dia pulang kerumah kontrakannya dan aku melihatnya dan mengintip dari pagar.
Kala tiba waktu Dzuhur, meski udara sangat menyengat. Aku menunggunya lewat, tapi tidak lewat juga. Dan aku rasa dia sepertinya sudah pergi. Sebelumnya aku memang sempat mendengar derungan motornya putar jalan ke belakang rumahku dan jalan lagi. Aku rasa dia pergi sholat naik motor. Jadi aku minta ijin pada kedua adikku untuk pergi kemasjid, mengecek apakah motornya ada tapi tidak ada. Aku juga mencarinya diantara orang-orang yang sholat dan langsung bergegas pergi melihat gerak-gerik orang-orang yang sudah berdiri. Tapi karena dasar aku sepertinya benar-benar telah kerasukan setan cinta, aku tetap juga mengintipi rumahnya yang senyap dan hening. Aku terus saja memperhatikan rumah itu dan berharap bisa melihat kekasihku Farid sambil manjat pagar dengan kedua adikku. Ketika aku menoleh kerumah ujung dekat jalan, tiba-tiba kak Farid muncul jalan kaki pakai baju kaos coklat, celana coklat tua, dan berkacamata coklat. Masya Allah, Subhanallah. Keren sekali. Dia tampan seperti bintang film India. Dia aktornya dan aku aktrisnya. Dengan PDnya dia jalan bak peragawan. Karena malu-malu, aku lari masuk dengan alasan mau ambil sapu ijuk pada kedua adikku. Aku heran dengan gaya kak Farid yang keren seperti itu, karena dia tidak pakai peci seperti peci haji yang biasa dipakainya setiap kali akan pergi shalat. Pokoknya hari ini benar-benar penuh kejutan. Sekeluarnya aku membawa sapu ijuk, aku hendak mengintipnya diteras rumahku karena berpikir dia bakal kerumah ujung karena tadi melihatku.
Ternyata saat aku keluar dia sudah jalan didepan pagarku dan mensenyumi adikku yang lagi manjat. Masya Allah cakep sekali. Tapi langsung saja aku lari masuk kembali dan keluar saat dia jalan memunggungiku. Hhhh, pangeranku. Kau memang pangeranku. Beruntung sekali wanita yang bisa memilikimu sayang. Andai wanita itu adalah aku. Aku rasanya sudah tidak ingin lagi mengejar materi duniawi. Karena aku sudah mendapatkanmu. Ya Allah, tolong jadikan kak Farid Imam bagi keluarga hamba Ya Allah. Aku sangat mencintainya. Tolong jangan jadikan hamba perawan tua, karena tidak mendapatkan balasan cintanya dan jadi pendamping hidupnya Ya Allah. Karena dia benar-benar idamanku. Aku mencintaimu kak Farid. Bahkan aku merasa, mungkin Tuhan memberikanku kesempatan yang terakhir kalinya untuk melihatnya dalam menunggu hari-hari terakhir dia tinggal disekitarku. Aku takut. Aku sangat takut dan gemetaran bila berpikiran jauh seperti itu. Memang terlalu berlebihan karena menyaingi takdir Tuhan, namun kalau tidak berpikir seperti itu. Aku takut akan semakin banyak berharap dalam harapan kosong.
(part25)
Hari ini tanggal 23 Mei, aku memimpikan kak Farid. Dalam mimpi itu aku melihat tiga orang cowok jalan lewati rumahku dan kuanggap kak Farid, ternyata bukan. Akupun menungguinya muncul didepan pagarku dan melihatnya keluar dari pagar bersama dua orang kawannya. Aku memperhatikan dia terus dan diapun melihatku. Kekasihku lalu melaju jalan kearahku dan lebih memilih pergi kerumah salahsatu tetanggaku demi tidak melewati rumahku untuk menghindariku. Saat terbangun aku malah cekekekan sendiri, karena tidak dialam nyata dialam mimpi pun dia menghindariku. Pukul delapan lewat, aku pergi kewarung belakang rumah tetanggaku. Sepulangnya aku dari situ, aku berpapasan jalan dengan kak Farid. Hingga semakin menguatkan keyakinanku bahwa dialah jodohku. AMIN
Hingga hari ini tanggal 25 Mei 2007, aku tidak pernah lagi melihatnya. Dalam benakku penuh tebakan, mungkinkah kak Farid kekasihku sudah pindah kontrakan atau sudah pulang ke Malaysia? Aku gelisah, resah, bingung dan penuh kebimbangan. Hingga siang harinya, saat aku tengah duduk disofa ruang tamuku menunggui kehadiran kekasihku, aku melihat teman setetangganya kak Farid dan memanggilnya. Aku pun menanyainya tentang kabar kak Farid sambil berdiri dipagar seraya mengintai kearah rumah kekasihku. Temanku Oz mengatakan kak Farid masih tinggal dirumahnya karena tadi pagi dia ada. Aku memang kekampus tadi pagi jadi tidak sempat melihatnya. Lalu Oz mengatakan “kak Farid sudah punya pacar. Dia pacaran sama adik kelasnya”. Aku hanya bisa mengatakan “terima kasih karena aku diberitahu”dengan mulut kaku dan sepoian angin yang menyelimutiku semakin menambah rasa kecewa dihatiku. Ternyata benar anggapanku selama ini. Bahwa cintaku tidak tersambut. Saat dikamar tidur, aku tak tahu kenapa airmataku terus saja mengalir, padahal aku berusaha untuk tegar, tapi tidak bisa. Badanku menggigil dan gemetaran. Aku merasakan panas dan dingin. Aku bingung harus mengadu pada siapa dan akhirnya pada Tuhan. Awalnya aku memang menyalahkan Tuhan, karena telah membuatku patah hati. Ternyata kekasihku mencintai kekasihnya. Tapi aku lalu berpikir, mungkin inilah saatnya aku ridho menerima Takdir Tuhan untuk bertobat. Aku memang harus bertobat, dan resiko dari cobaan hidupku ternyata patah hati. Pantasan selama ini kak Farid selalu menghindariku dan aku selalu melihatnya tunduk melihat telepon genggamnya sambil tersenyum. Ternyata dia benar-benar sudah punya kekasih. Sedangkan aku, aku tidak tahu peranku dalam hal perasaan ini apa? Dan aku tak ingin mencari tahu apapun jawabannya. Aku hanya bisa mendoakan kebahagiaannya dan belajar menerima kenyataan.
Kini aku hanya menunggu sambil menghitung waktu, menjaga asa kala dia akan pergi. Aku bagai titik-titik hujan, yang jatuh menyentuh cinta, yang hilang teresap angan, dan terlupakan tanpa ara. Aku bagai titik-titik Lumpur, yang melekat dibawah sepatu impian, yang hilang tersikat air harapan, dan dibiarkan kering mendebu. Aku bagai asap knalpot, yang keluar menjadi semprotan kasih, yang dibiarkan terbawa angin kepupusan, dan hilang terserap udara kehampaan. Aku bagai pembungkus permen, yang menyelimuti permen perasaan, yang dibuang saat permen dimakan angan-angan, Dan dibiarkan rusak oleh waktu. Aku bagai kayu bakar, yang terkumpulkan bersama angan-angan, yang dibakar dengan api bertepuk sebelah tangan, dan dibiarkan jadi arang patah hati. Aku memaafkanmu, jika hatimu, tidak berkenan, untuk mencintaiku. Aku memaafkanmu, meski diriku, kau anggap tidak menarik, bagimu. Aku mengerti, bila selama ini, perasaanmu padaku, hanyalah sebatas orang asing. Aku memaafkanmu, walau dirimu akhirnya, tidak memilihku, untuk kau cintai.
Itulah sebagian kisahku tentang cowok Malaysia berinisial Fd itu. Aku merasa selama “mencintainya”, adalah hasratku untuk memilikinya. Ternyata cek per cek karena nafsu. Aku sengaja menyebarkan kisahku pada pembaca bukan untuk membuat sensasi. Tapi aku ingin bersama kalian, kita merenungi hasrat-hasrat kekaguman pada suatu makhluk yang sebenarnya adalah ciptaan Sang Pencipta. Jadi mungkin dengan menyebarkan tulisan ini, secara tidak yang dilangsungkan. Aku meminta maaf pada kak Farid yang mungkin selama ini merasa ‘kurang’ nyaman atas ulahku. Oh iya, aku juga meminta maaf pada setan yang terfitnah olehku dan kukutuk. Karena seharusnya aku tak menyalahkan apapun atau keadaan, melainkan diriku sendiri. Aku tidak merasa khilaf, karena khilaf adalah ungkapan para pecundang, yang mengulangi kesalahan yang sama. Padahal binatang seperti keledaipun tak akan mau terjatuh kedalam lubang yang sama dua kali. Terus terang semua itu karena aku sulit menekan nafsuku. Aku selalu takut jadi ‘perawan tua’ dan terlalu mengejar status sosial, juga kehidupan mewah duniawi. Dan ternyata hasratku itu terlalu berlebihan. Aku selalu merasa Tuhan tidak adil, tidak mengabulkan doaku, menyempitkan rejekiku. ASTAGHFIRULLAHUL’AZIIM, ternyata aku salah sangka pada Tuhan. Ternyata Tuhan Maha Adil, jadi aku diberikan ‘teguran’ agar tidak dikendalikan oleh nafsuku. Tuhan Maha Mengabulkan, jadi aku dididik untuk bersabar. Tuhan Maha Menyempitkan, agar aku tidak mencemarkan nama baik keluarga akibat ulahku yang tergesa-gesa dan berlebihan itu. TERIMA KASIH TUHAN. Sekali lagi maafkan saya kak Farid ya. Andai aku mengakui Tuhan sebagai Kekasih-ku, bukan dia. Aku tak akan pernah merasakan sakitnya patah hati. Andai saja selama ini aku Mengenali Tuhan, aku akan selalu bersyukur dan ikhlas. Saat ini aku mulai mencintai diriku, karena daripada mengagumi orang lain, mendingan diri sendiri. Aku sayang diriku. I LOVE ME ehehehehehe.....