Sabtu, Maret 27, 2010

(part7)
Keesokan harinya, aku melihat dia muncul dan lewat depan rumahku. Dan keesokan harinya lagi, aku mengintip kearah rumahnya setelah Adzan Dzuhur terkumandang. Lalu Iqamah terdengar, dan dia tak muncul-muncul. Aku tetap mempertahankan posisi dan melihat kearah pagarnya. Tapi secara spontan, aku berbalik kearah jalan menuju masjid dan kak Farid muncul juga. Dia sepertinya melihatku saat mengintipi kearah pagarnya tadi. Karena malu, aku langsung jongkok dan mengintipinya dari celah-celah pagarku menunggu kehadirannya. Anehnya, saat dia melajukan motornya lewat depan rumahku secara perlahan-lahan. Dia mengeraskan suara derungan motornya, seolah memberikan isyarat untukku. Tapi karena perasaan bahagiaku bisa melihatnya, aku tak menutupi kuping telingaku. Lalu hari demi hari, meskipun kadang-kadang bisa melihatnya dan kadang-kadang juga tidak. Aku tetap mencintainya. Pernah juga suatu jumat, aku memang berniat mengecengi kak Farid. Saat khotbah dia sudah jalan menuju masjid. Karena aku ingin terlihat modis untuknya, aku berpenampilan pake celana panjang dan kemeja dengan switer sebagai rompinya. Aku menunggui kepulangannya dan melihat orang-orang sudah pulang satu-persatu. Tapi dia belum pulang juga. Aku tahu dia pasti sedang berdzikir. Aku menunggunya seraya mengintip diantara celah-celah tanaman dirumah tetanggaku dan diapun terlihat berjalan kearahku. Meskipun aku sudah merasa kalau dia mulai menghindariku. Aku tidak perduli. Aku berjalan menuju pagar dengan alibi akan keluar. Saat itu pula, aku membuka pagar dan menutupnya kembali lalu keluar. Aku rasa dia pasti lihat aku, meskipun langsung menundukkan pandangannya.
Kemudian tanggal 30 April 2007, pagi ini aku menunggui kak Farid lewat depan rumah diterasku. Perasaanku spontan cemas dan gelisah menunggui kemunculannya, meskipun masih sebatas harap-harap cemas. Karena aku berpikir dia tidak akan lewat. Saat aku tengah duduk diruang tengah, aku mendengar deruan suara motor dan secara spontanitas aku berlari ke pagarku yang batas tingginya sedadaku saat kuberdiri diatas pinggir bekas kolam ikanku dulu. Aku bahagia karena ternyata kak Farid baru saja akan pergi dari rumahnya dan melajukan motornya melewati rumahku. Tapi dia tak melihatku. Dia memang cuek abis, karena setiap kali aku mengecenginya, dan aku sudah tanpa malu-malu lagi untuk memperlihatkan diri. Dia tetap acuh tak acuh. Aku memang memutuskan untuk memberanikan diri agar bisa selalu dilihat olehnya tiap kali ngeceng, tapi gagal juga. Tak apalah, setidaknya aku sudah berani menampakkan diri disiang hari. Karena aku merasa dia bakal mengenalku saat melihatku, tapi tetap saja tidak terjadi apa-apa. Lalu tanpa disangka-sangka lagi pukul 09:50, aku dan adik bungsuku sedangkan adik tujuh tahunku sekolah, main manjat-manjat dan duduk diatas pagar. Tidak lama kemudian aku turun dari pagar untuk menjaga keseimbangan adikku yang tengah duduk diatas pagar sembari memainkan daun asam yang baru dicabutinya. Kala itu terdengar derungan motor yang anehnya kami spontan balik kearah suara itu dan melihat kak Farid memakai jeket ungu kebiruan menuju pulang. Aku langsung menyembungikan diri dari balik pagar sembari memegangi adikku yang masih duduk. Dengan PDnya adikku melihati kak Farid yang kuanggap tidak dikenalnya, sedangkan aku hanya bisa malu-malu sembunyi muka seraya memegangi kaki adikku. Lalu saat aku memberanikan diri untuk menatapnya, dia langsung membuang pandangan ke depan dan tetap melaju pelankan motornya dengan DDxxxx.., kecewa juga sih dicuekin, tapi yaa mau apa lagi. Cinta khan tak bisa dipaksakan. Tapi aku akan tetap mencintai kak Farid atas nama cinta dan agama. Ih, biasa’ dong!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar