Sabtu, Maret 27, 2010

(part18)
Adzan Ashar pun terkumandang. Pikiranku menggerakkan ragaku untuk menungguinya lewat depan rumahku, karena menganggap bahwa kekasihku sudah pulang. Posisiku tengah duduk menulisi diary ini diruang tamu. aku berencana melihatnya dari jendela. Perasaanku sedih, menanti, dan menebak-nebak apakah dia akan lewat atau tidak? Tiap kali kudengar langkah kaki, aku menoleh kearah jendela karena kupikir itu dia, meskipun bukan. Awalnya aku merasa sudah bisa menebak langkah kakinya kak Faridkah? Atau bukan. Tapi itu hanya terjadi kadang-kadang. Menurut pendengaranku. Langkah kakinya seperti sedikit ditekan ke tanah dan kedengaran bunyi gesekan antara sandal yang dipakainya dengan jalanan. Itu menandakan dia berat. Hah....maksudnya? Cappe deh. Meski jarak antara Adzan dan Iqamah hanya beberapa menit, aku merasa cukup lama juga menunggu. Jadi aku asal-asalan menulisi diary ini untuk mengisi waktu. Sesekali pula aku menoleh kearah jendela, meskipun tak ada suara langkah kaki terdengar sedikitpun. Aku hanya mendengar suara anak-anak yang bermain, suara motor, mobil yang lewat depan rumahku dan suara pagar yang dibukatutup. Tapi dia belum juga muncul-muncul. Aku malah gelisah kalau-kalau dia memang tak akan lewat. Aku lalu mendengar suara motor seperti derungan motornya tapi hanya sebentar. Gelisah...gelisah...hatiku sangat gelisah. Ah my God, ternyata bukan motornya yang lewat. Kak Farid, kamu dimana? Kenapa kamu lama sekali munculnya? Iqamah sudah terdengar dimasjid lain, dan sebentar lagi dimasjid dekat rumah kita. Sial, aku pikir kamu cinta, yang lewat. Ternyata anak tetangga dan penjual mainan anak-anak. Hah, sekarang terdengarlah Iqamah, tapi dia belum tampak juga. Malahan becak dan dua gadis anak tetangga yang nampak. Atau kamu belum pulang ke rumah sekarang ya? Mungkin saat dijalan tadi, kak Farid pergi singgah entah kemana? Malahan dibenakku, sekarang terngiang-ngiang langkah kakinya. Padahal hanya ilusi. Hhhh, aku sebaiknya pergi sholat saja. Pada malam sampai subuh hari, aku memimpikan kak Farid. Dalam mimpi itu, aku tengah mengunci pagar seraya melihati kak Farid jalan pulang dan berhenti lalu masuk mengunci pagar dirumah ujung dekat jalan. Dia juga balik menatap kearahku. Lama kami saling bertatapan, hingga dia lalu masuk ke dalam rumah. Aneh rasanya karena sepertinya tidak ada tanaman dirumah tetanggaku yang menghalangi pandangan kami. Dan pagar yang membatasi antara rumahku dengan rumah tetanggaku juga rumah ujung dekat jalan, hanya sedadaku. Padahal dialam nyata, batasnya seleherku. Rasanya pandanganku ke kak Farid sangat luas. Tapi mimpiku itu buyar karena aku dibangunkan oleh dering panggilan temanku, kemudian tidur lagi. Tiba-tiba aku bermimpi lagi tentang kak Farid. Dia mengenakan peci kayak peci haji, berkacamata, baju kaos, dan celana levis panjang. Aku heran melihat dia mengenakan levis, karena selama ini aku tak pernah melihatnya berlevis. Dia paling tidak hanya memakai celana panjang hitam, celana katun, coklat, dan krem. Kadang-kadang juga dia pakai trening. Aku memandanginya dari pintu rumahku dan dia berdiri didepan pagarku. Aku melihat ada seorang wanita tinggi berambut lurus sebahu menghadap bicara kearahnya. Hatiku cemburu. Kak Farid juga sempat melihatku yang melihatinya, lalu dicuekin. Tiba-tiba dia berjalan kearah seorang pria dan mereka berbincang-bincang. Lalu tiba-tiba suasana mimpiku berubah. Aku melihat banyak orang berkumpul didepan sebuah pintu rumah entah rumah siapa? Tengah melihat-lihat banyak album foto. Aku pun melihat album foto itu sembari memperhatikan foto-foto didalamnya. Ternyata foto-foto pernikahannya kak Farid dengan seorang wanita. Aku merasa wanita itu adalah gadis yang kulihat dalam suasana mimpi yang tadi. Tapi wajahnya nggak jelas. Perempuan itu mengenakan pakaian pengantin warna merah ala India dan kak Farid berkostum jas hitam. Kepala kak Farid terkerudungi oleh kerudung wanita disampingnya. Terakhir, aku melihat foto istrinya kak Farid memakai sari pengantin warna merah. Tapi wajahnya masih sangat kabur. Posenya kaku menghadap kamera dengan mengangkat kedua tangannya sambil memegang kerudung dan seolah bergaya membuka kerudung itu. Memang aneh, tapi sepertinya itu sudah pertanda, kalau kak Farid bukanlah jodohku. Kecewa juga rasanya, karena selama ini aku terlalu banyak berharap.
Jam enam pagi ini aku duduk merenung diruang tengah memikirkan mimpiku. Lalu aku keruang tamu mengintip dari balik jendela menunggui kak Farid. Tapi aku sudah merasa putus asa karena mimpiku semalam. Jadi aku pergi duduk ke ruang tengah dan merenung sambil sesekali menoleh kejendela. Mungkin perasaanku selama ini terlalu berlebihan padanya, jadi Tuhan menolongku dari penipuan duniawi dengan memberiku pertanda mimpi. Lama aku merenung dan mendengar derungan motor yang kusangka kak Farid, padahal bukan. Aku tetap berupaya menahan perasaan cintaku padanya, tapi tidak bisa. Aku tetap memikirkannya, meskipun desakan untuk menungguinya menghilang sedikit demi sedikit. Lalu mataku menatap jam dan mendengar derungan motor yang kurasa kak Farid. Aku mendengar suara pagar yang didorong, lalu suara deruan motor yang dibelokkan dan aku menunggui penampakannya melalui jendela. Ternyata benar. aku mendengarkan derungan motornya hingga sampai perbatasan kompleks rumah kami dengan perumahan lain yang jaraknya berjauhan. Tapi hatiku merasakan kak Farid sepertinya pulang kembali dan derungan motornya semakin mendekat. Tebakanku benar. Dia pulang kembali menuju kerumahnya, karena sepertinya melupakan sesuatu. Kak Farid memang kadang-kadang suka lupa. Dasar kekasihku sayang. Lama aku menungguinya, akhirnya kekasihku lewat juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar