Sabtu, Maret 27, 2010

(part23)
Sepulangnya aku dari bertemu teman chating, Maghrib ini aku menungguinya diteras. Aku menunggu dalam berharap-harap pasrah agar dia muncul. Dibenakku terpenuhi aneka prasangka. Aku memikirkan dia pasti naik motor atau tidak akan lewat sama sekali. Lalu aku mendengar derungan motor yang tak sekeras derung motornya, memasuki pagar yang dibuka pada rumah ujung dekat jalan. Aku merasa dalam perasaan ragu-ragu, dia kak Farid. Tapi batinku menyuruhku untuk tetap menunggu hingga bapak-bapak tetanggaku pulang semua. Aku tetap menunggu dalam harapan yang penuh kepasrahan. Ternyata kekasihku Farid pulang jalan kaki. Namun entah karena malu atau apalah? Aku terdorong masuk rumah dan sembunyi dari balik jendela ruang tamuku. Tapi karena merasa tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku keluar lagi untuk melihatnya. Mungkin aku akan melihat dia untuk yang terakhir kalinya, karena memang benar-benar sudah tak ada harapan. Aku bahkan merasa kalau kak Farid bakal putar jalan entah kedepan atau mungkin juga kebelakang diwaktu Isya nanti. Dia sepertinya bakal menghindariku lagi. Disela-sela prasangkaku, aku kesambet ide konyol lagi. Karena ide pertama tidak berani kulakukan. Aku berpikir untuk mengiriminya sebuah hadiah berupa kerang warna oranye sebagai tanda maaf dan persahabatan dariku. Aku juga sempat mendengar derungan motor yang kurasa kak Farid melaju lewat ke belakang rumahku saat posisiku diruang tengah. Agar meyakinkan perasaanku, aku mengintai rumah kontrakannya, mulai dari sebelum Adzan Isya, hingga Iqamah dan akhirnya suara takbir terdengar. Kak Farid tidak nampak juga. Mungkin aku sudah berbuat kesalahan, karena telah mencintai cinta yang salah. Sudahlah, perasaan ini memang cinta yang tak mungkin. Karena aku merasa kak Farid yang kucintai tidak akan menyambut perasaanku, dengan terpaksa aku mengurungkan niat memberikannya hadiah. Aku takut, takut sekali membuatnya tak nyaman. Karena aku sangat mencintaimu kak Farid, aku mencintaimu. Aku hanya bisa merasakan dia ada dan tiada, saat terdengar derungan motor. Hatikulah yang dapat menebak-nebak, diakah kak Farid atau bukan.
Tanggal 20 Mei 2007, akhirnya aku melihat kak Farid tepat jam setengah sepuluh malam. Setelah berhari-hari tak pernah lagi melihatnya, hari ini kerinduanku terbalas. Alhamdulillah. Sebenarnya beberapa hari itu, aku sengaja tidak mau mengintai kak Farid agar melupakan perasaanku padanya. Tapi tetap juga gagal. Aku malah semakin merindukannya. Karena aku selalu berkeyakinan bahwa kak Farid adalah jodohku. Aku berharap dialah jodohku. Tapi entahlah, nanti? Tanggal 21 Mei ini, mungkin Tuhan membalas kerinduan terpendamku untuk kak Farid. Jadi kami dipertemukan. Pukul delapan lewat tigapuluh menit, aku mendengar derungan motor yang kuanggap kak Farid, aku segera berlari mengintai dan melihatnya tengah mengunci pagar. Ketika menuju kearahku, aku berlari keteras rumah dan melihatnya lewat. Kemudian pukul sebelas lewat, kedua adikku mengajak jajan diwarung belakang rumahku. sekeluarnya kami dari rumah, sempat aku mendengar derungan motornya kak Farid dan berhenti. Awalnya aku ragu apakah kak Farid yang duduk diatas motor yang diparkirnya dirumah ujung dekat jalan atau bukan? Karena bisa jadi saat itu hanya kawannya. Ternyata dia beneran. Dia tengah tunduk melihat handphonenya serius. Aku yang grogi dan sedikit gugup, berjalan dengan kedua adikku melewatinya. Sepulangnya kami dari warung, aku merasa pasti kak Farid bakal pergi karena melihat penampakanku. Ternyata tidak. Dia masih asik serius lihat handphonenya tanpa mempedulikanku melewatinya. Tubuhku gemetaran dan jantungku berdegup-degup karena malu. Aku sangat malu, karena sudah tahu responnya dia selama ini padaku. Sebenarnya aku ingin sekali mengintipinya dari rumahku, tapi aku malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar