Sabtu, Maret 27, 2010

CINTAKU BERTASBIH

Tuhan, ijinkan aku jadi jodohnya. Kala pertama kumelihatnya, hatiku langsung memilih dia untuk mencintainya. Hingga mulai saat itulah, aku memutuskan tuk selalu menungguinya tiap kali suara adzan terkumandang. Karena disaat itu pulalah, aku berkesempatan bisa bertemu dan melihatnya pergi ke masjid. Dia tetanggaku, empat rumah dari samping kanan kompleks rumahku adalah kontrakannya. Dia anak Malaysia yang kuliah di Fakultas Kedokteran. Aku mengetahuinya dari bisik-bisik tetangga, yang juga banyak memuja cowok Malaysia itu. Awalnya aku biasa saja, tapi entah mengapa semuanya berubah jauh dari bayanganku yang selama ini kuangankan. Soalnya saat pertama melihat diapun aku ngerasa kayak nggak ada perasaan yang spesial, malahan aku anggap sosoknya biasa-biasa saja. Karena dia punya kumis dan jenggot, sedangkan aku kurang naksir sama cowok seperti itu. Khan aku pikir, masalah tingkat kealiman seseorang hanya Allah Swt. saja yang tahu, bukannya diukur dari seberapa tebal dan panjangnya kumis dan jenggot seorang pria. Itu memang anggapanku, karena aku lebih suka sama cowok yang tidak punya kumis, jenggot, dan cambang. Tapi anggapan itu tiba-tiba tidak terterima lagi oleh hatiku saat tiap kali bertemu dengannya secara kebetulan. Dia waktu itu pake kacamata coklat gelap tengah lewat didepan aku dan para tetangga yang lain pada ngumpul buat beli bakso yang ”parkir” di depan rumahku. Di perkumpulanannya kami ada salah seorang tetanggaku yang menggendong bayi usia delapan bulannya dan aku melihat sidia mencemotkan mulutnya seolah gemas pada bayi itu sembari jalan mengendarai motor. Selain itu, aku sering melihat dia lewat depan rumahku, saat aku lagi duduk-duduk sendirian di sofa ruang tamuku .Jadi sejak saat itu, aku selalu berharap dan mempinta pada Tuhan agar minimal jadi sahabatnya dan maksimal jadi istrinya. Kulitnya putih kuning langsat, wajahnya oval persegi, hidung mancung, bibirnya tipis kecil, dan tingginya 167.
Suatu pagi saat aku di atas angkot menuju kampus, aku merasa sempat melihat kakinya dia saat tengah mengendarai motor di samping mobil angkutan umum yang aku tumpangi. Pernah juga saat tengah menumpangi angkot yang mencari penumpang depan kampus kedokteran aku sepertinya melihat dia tengah memarkir motornya depan kampus tempatnya kuliah, karena diajak bicara oleh seorang wanita berjilbab. Mungkin wanita itu teman Malaysianya. Tanggal 12 februari 2007, tepatnya sebelum Maghrib tiga menit lalunya. Dia naik motor melaju tepat lewat depan rumahku. Aku bahagia sekali bisa melihatnya kembali, setelah sehari tak melihatnya sejak sabtu 10 februari, saat pertama kalinyalah aku melihat sosoknya dari dekat tanpa kumis dan jenggot. Kemudian aku menungguinya diteras rumahku kala adzan Maghrib mulai terkumandang. Aku gelisah sekali dan terselubungi perasaan takut yang mendekam tiap merasa tak akan lagi bisa melihatnya, meski hanya lewat depan rumahku.
Tiap kali kudengar deringan motor, aku teranjak menyimak lalulalangan motor yang lewat dan kecewa karena tak melihatnya. Tiap terdengar langkah kaki, aku spontan gelisah dan berharap-harap cemas agar dialah yang kulihat. Tapi ternyata bukan. Setelah beberapa detik terdengar iqamah, aku merasa terpanggil untuk menuju ke pagarku untuk mengintip kearah rumah kontrakannya. Ternyata dari kejauhan tepat rumah ketiga dari rumahnya, dia tengah berjalan sendiri menuju kearah masjid dan melewati rumahku. Aku langsung saja merasa deg degan dan berharap agar Tuhan memberikan keajaiban cinta untukku. Melihatnya yang lewat depan rumahkupun, membuatku sempat bersujud syukur, sesaat setelah berlari masuk ke ruang tamuku ketika dia sudah lewat. Karena aku hari ini dating bulan, maka aku tidak sholat dan menggunakan kesempatan itu buat ngeceng. Dalam kegelisahanku menunggui kepulangannya lagi, membuatku untuk menutup atau membuka saja pintu ruang tamuku. Tapi karena memikirkan keadaan udara malam yang dingin, banyaknya nyamuk yang berkeliaran dan kucing-kucing yang kutakutkan bakal masuk ke dalam rumahku, akupun memutuskan untuk menutup pintu. Namun aku selalu waspada mendengarkan takbir per takbir dalam penghitungan empat rakaat shalat Isya. Saat kurasakan kalau-kalau dia hendak pulang, aku memberanikan diri keluar sembari mengenakan jilbab demi pengharapan agar dia mau melihat dan melirik kearahku. Beberapa menit kutunggui kedatangannya dengan cara melihat kearah jalan menuju masjid dan berdiri dipagarku. Alibiku melakukan itu, karena aku berencana sok-sok mengunci pagar yang sudah kukunci sore harinya. Saat sudah ternampakkan dirinya menuju pulang, aku sesegera mungkin berdiri dipagar dan memegangi kunci dan gembok pagar yang terkunci. Tapi tetap gelisah lama juga, karena dia berjalan cukup lambat dan santai. Lalu saat dia mulai lewat dekat rumahku, aku sok-sok membuka kembali kunci dan menggerak-gerakkan gembok agar terdengar suara besi pagar, lalu menguncinya secara perlahan-lahan lagi. Dalam pengharapan agar dia menoleh kearahku. Namun gonggongan anjing depan rumahku, membuatnya balik kearah suara itu, hingga akupun merasa salah tingkah sendiri. Sepertinya dia memang sengaja tak mau berbalik ke arahku, karena dia memang termasuk cowok alim. Tapi aku tetap senang dan puas, karena setidaknya masih bisa melihatnya. Hanya tinggal menunggu waktu buat kenalan dengan memohon pada Tuhan, karena aku tak tahu bagaimana caranya pdkt. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan agar dia dijodohkan denganku. Bahkan aku berpikir jauh sekali sepanjang mata memandang bahwa apabila aku ditakdirkan jadi istrinya, aku ikhlas menanggalkan impianku yang ingin menjadi wanita karir. Aku juga sempat berpikir lebih jauh lagi tentang jika dia jadi dokter dan ditugaskan ditempat primitif sekalipun atau didesa pedalaman, aku akan mengikutinya meskipun harus berganti kewarganegaraan Malaysia bila jadi istrinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar