Sabtu, Maret 27, 2010

(part20)
Aku hanya bisa berdoa, Ya Allah, tolong jodohkan kak Farid dengan hamba. Tolong dekatkan dia sebagai jodoh hamba Ya Allah. Jika dia bukan jodoh yang baik bagi hamba, tolong jadikan dia jodoh yang terbaik bagi hamba Ya Allah. Insya Allah, aku akan menjaganya dan mencintainya dengan sebaik-baik perasaan cinta. Ahahahahahahaha, baju putihnya jatuh dari atas motor, sepertinya itu jas dokter. Dia memungut kembali baju itu dan merentak-rentaknya agar tidak kotor, lalu menyimpannya diatas motor. Kemudian dia masuk dan keluar setelah tiga menit. Kak Farid memakai bajunya dan mengancing. Masya Allah suamiku, eh kak Faridku sayang. Tampan sekali kamu. Kak Farid kelihatan kayak dokter sungguhan. Mudah-mudahan kau jadi dokter beneran cinta. Ya Allah, tolong berkahi kak Farid Ya Allah. Dia lalu menaiki motor dan membelokkan motornya. Aku langsung saja jongkok untuk mengintipinya dari celah-celah pagarku, hingga dia melewatiku. Setelah menjauh, akupun berdiri melihatnya pergi memunggungiku. Sebenarnya aku sedih, sedih sekali. Karena yang kulakukan terlalu sia-sia. Aku terlalu berharap dalam berilusi. Tapi aku selalu memaksakan kehendak dengan mempertahankan keyakinanku, bahwa kak Farid adalah jodohku. Aku juga berpikir untuk selalu berupaya bisa melihatnya, baik dari dekat ataupun dari jauh, selama dia ada disekitarku. Walaupun belum dekat sekali, aku akan tetap bersyukur. Lagipula sebentar lagi kak Farid pulang ke Malaysia karena sekarang sudah jadi coass.
Aku tahu, selama ini aku hidup dalam angan mengharapkan cintanya. Aku tahu, kalau semua ini hanyalah semu, dan aku juga tahu, bahwa hatinya bukanlah untukku. Tapi yang tak ingin kutahu adalah, ketika suatu hari dia pergi.
Sepulang kuliah saat Maghrib, aku berharap bisa bertemu dengan kekasihku dan tidak terkabul. Sewaktu dimasjid terdengar suara mengaji, tiba-tiba aku mendengar seperti suara orang teriak-teriak dirumah tetanggaku yang ternyata pertengkaran masalah keluarga. Karena suara ribut terdengar cukup keras, ibu dan kelima adikku duduk bersamaku diruang tamu sambil bergosip ria. Lama berselang, terdengarlah adzan Isya dan Iqamah lalu terdengar takbir per takbir rakaat shalat Isya. Lucunya kedua adik usia tujuh dan enam tahunku, ingin keluar mengintip pertengkaran itu dari pagar. Tapi aku malah marah dan menegur mereka. Namun karena merasa tidak enak, aku menyetel kunci pintu dan membuka pintu memanggil mereka. Tapi sepertinya mereka enggan bergerak karena sikapku tadi. Saat berdiri ditengah pintu, tiba-tiba derungan motor terdengar yang kuanggap kak Farid. Adik bungsuku juga mengatakan “orang Malaysia” dan benar. Tanpa rasa malu-malu, aku mengajak kedua adikku untuk lihat orang Malaysia dan mereka menurutiku menuju pagar. Kami bertiga menaiki pinggir kolam dan malah sama-sama membaliki kak Farid. Aku pikir kak Farid akan masuk kerumahnya, nyatanya tidak. Dia membalikkan motornya dan hendak menuju kearah kami. Spontan saja aku turun dan kedua adikku mengikutiku. Tapi karena aku ingin melindungi kedua adikku dari gigitan semut yang mengerumuni kakiku, aku melarang mereka turun sambil menggendong adik bungsuku dan memegangi adikku yang lain. Seiring kami akan memasuki rumah, kekasihku Farid lewat tanpa tahu yang terjadi dari balik pagarku. Setelah shalat Isya, aku duduk diruang tamu yang sudah kosong sambil dengar radio untuk menunggui kak Farid pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar