Sabtu, Maret 27, 2010

(part3)
Kemudian, beberapa hari berikutnya, aku memimpikan dia lagi. Saat itu, aku seperti biasa pulang dari warung belakang rumahku untuk berpapasan temu dengannya sambil membawa helm besar ditangan kiriku dan nyaris mirip seperti helm yang dikenakan oleh dia. Saat kami sudah saling berhadapan jalan, dia berkata sambil senyum”halo solo”. Aku bingung kenapa dia mengatakan itu. Dan saat terbangunpun aku masih penuh tanda Tanya. Selain itu, tiap hari Jumat aku selalu menungguinya lewat dan selalu terlihat lewati rumahku baik saat dia pergi, maupun saat pulang. Tapi kadang juga dia tak nampak batang hidungnya. Pernah juga suatu hari, aku awalnya berencana menungguinya pulang dari sholat Dzuhur yang akan lewat depan rumahku. Tapi tidak jadi, karena mama menyuruhku menjemput adikku yang berusia tujuh tahun ke sekolahnya. Karena sudah lewat jam duabelas siang dia belum juga pulang. Saat menuju ke sekolah adikkupun, aku yang ditemani oleh adikku yang berusia enam tahun bertemu dengan teman sekontrakan sidia ditengah jalan sambil tunduk. Lalu aku merasa sepertinya sidia tidak ada, karena tidak pulang bersama-sama dengan teman sekontrakannya. Jadi aku kecewa berjalan melewati masjid yang dekat dengan sekolah adikku.
Setibanya aku disekolah adikku, aku melihat adikku tengah bermain dengan teman-temannya dan mengangkat telunjukku sebagai isyarat memanggilnya. Diapun menurut dan kami bertiga jalan meninggalkan sekolah itu. Saat kami berjalan menuju masjid, aku melihat sidia tengah pulang teman-teman Malaysianya, hingga spontan saja aku berlari dan diikuti oleh kedua adikku. Meskipun ada perasaan bersalah juga, karena satu kelereng adikku jatuh dan hendak diambilnya tapi tidak jadi karena aku memaksanya untuk cepat-cepat lari demi mencapai sidia. Ternyata berhasil. Dia memisahkan diri dari teman-temannya yang tinggal dibelakang rumahku, sedangkan dia hendak menuju ke rumahnya. Aku langsung saja mengikutinya dari belakang. Selama aku memperhatikan punggungnya, tinggiku sejajar dengan pundaknya. Kami serasa sangat dekat sekali. Tetapi aku berusaha untuk tidak jalan sejajar dengannya karena mencegah fitnah. Malahan adikku yang enam tahun pergi ke belakang sidia hingga aku menyebut nama adikku itu. Dia membaliki adikku sambil jalan yang juga jalan dibelakangnya lalu balik lagi ke depan sambil menunduk. Aku lalu menyebrang agar bisa berposisi dibelakang dia. Aku juga sengaja memegangi dada adikku yang awalnya tidak sengaja terpukul oleh tanganku saat menyebrang tadi. Dan sidia membaliki kami. Mungkin dia pikir, aku akan melakukan apa gitu sama dia. Tapi aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan. Aku tetap jalan dibelakang posisinya, dan dia terus-terus saja membaliki aku dan adik bungsuku. Tapi kuacuhi, karena aku merasa ini kesempatan emasku. Meski bukan berniat untuk kenalan. Tapi yang penting dia lihat wajahku, aku sudah puas. Kemudian, sidia sampai juga dirumah kontrakan kawannya yang diujung dekat jalan dan masuk mengunci pagar. Dia juga aku perhatikan, sempat lihat kearah kami. Dan aku merasa bahagia sekali. Alhamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar